Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Produksi Batu Bara Meningkat, Cadangan Terbatas

Tingginya produksi ini akan berdampak pada cadangan batu bara karena dengan adanya peningkatan produksi, maka lamanya cadangan juga akan berkurang.
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (3/1/2019)./ANTARA-Nova Wahyudi
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatra Selatan, Kamis (3/1/2019)./ANTARA-Nova Wahyudi

Bisnis.com, JAKARTA - Produksi batu bara yang terus meningkat ternyata tidak sejalan dengan kondisi ketahanan cadangan batu bara.

Pemerintah yang dalam hal ini Kementerian ESDM mengusulkan revisi Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) produksi batu bara dimana secara berurutan pada 2020 produksi dapat mencapai 550 juta ton atau sebesar 37,5 persen dari angka RUEN yang 400 juta ton. Lalu di 2021 produksi dapat mencapai 609 juta ton naik sebesar 52,55 persen dari 400 juta ton dalam RUEN. Produksi batu bara di 2022 dapat mencapai 618 juta ton atau naik sebesar 54,5 persen dari RUEN.

Pada 2023 mencapai 625 juta ton produksi batu bara atau naik 56,25 dari RUEN. Lalu kenaikan sebesar 57 persen dari target RUEN 400 juta ton juga terjadi di 2024 dimana produksi batu bara mencapai 628 juta ton.

Di sisi lain, berdasarkan data Badan Geologi per Desember 2019, total cadangan batu bara mencapai 37,6 miliar ton yang terdiri dari cadangan terkira 17 miliar ton dan cadangan terbukti sebanyak 20,5 juta ton.

Dalam Peraturan Presiden No. 22/2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional yang diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Maret 2017, disebutkan pemerintah akan mengendalikan produksi batu bara maksimal di level 400 juta ton mulai 2019.

Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli menilai angka 400 juta ton dalam RUEN sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat ini. Pasalnya, produksi saat ini sudah jauh di atas angka RUEN tersebut apabila di 2020 di angka target produksi 550 juta ton ini naik 37,5 persen dari batas RUEN yang hanya 400 juta ton.

"Angka rencana produksi ini bisa saja berada di atas angka prediksi yang diusulkan menjadi revisi RUEN tersebut mengingat akan ada tambahan produksi lagi dari IUP yang saat ini sedang konstruksi maupun peningkatan dari IUP eksplorasi menjadi IUP operasi produksi," ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (11/3/2020). 

Pihaknya tak menampik tingginya produksi ini akan berdampak pada cadangan batu bara karena dengan adanya peningkatan produksi maka lamanya cadangan juga akan berkurang. 

Berdasarkan data dari Badan Geologi per Juni 2019 cadangan batu bara sebesar total 21,9 miliar ton untuk kalori sedang dan tinggi, dengan estimasi produksi 600 juta ton per tahun maka cadangan batu bara bisa dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan energi dan industri nasional hanya selama 35 tahun atau sampai 2054. 

Apabila diasumsikan bahwa produksi sesuai RUEN yang lama di angka 400 juta ton, maka cadangan yang ada akan bertahan hingga 2072 atau selama 53 tahun. Hal itu tentu juga dengan asumsi bahwa cadangan kalori sedang dan kalori tinggi ini juga digunakan oleh PLTU. 

Mau tak mau memang perlu dilakukan eksplorasi karena selama ini tak ada penambahan cadangan secara signifikan. Upaya untuk melakukan eksplorasi lanjutan perlu dilakukan untuk mengkonversi sumber daya yang sebesar 90,1 miliar ton dengan asumsi 70 persen menjadi cadangan, maka batu bara akan bertahan sampai 2160 atau selama 140 tahun ke depan. 

"Percepatan eksplorasi ini perlu didukung dengan kebijakan pemerintah yang tepat dan memadai dalam rangka  ketahanan energi dan RUEN secara longterm," ucapnya.

Idealnya, penambahan cadangan batu bara harus sesuai dengan jumlah penambangan tahunannya (replacement recovery). Hal itu dilakukan dengan mengganti cadangan yang ditambang.

Adapun, dapat dilakukan dengan melakukan eksplorasi detil menyeluruh di lokasi-lokasi sebaran batu bara yang memiliki potensi secara teknis, ekonomis dan memenuhi aspek lingkungan untuk ditambang sehingga neraca cadangannya bisa dipertahankan untuk waktu yang lama. 

"Ini bisa dipantau lewat mekanisme RKAB tahunan yang setiap tahun dievaluasi oleh pemerintah," kata Rizal.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper