Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan masih menyusun kebijakan setingkat Peraturan Menteri terkait pengecualian limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) untuk kebutuhan industri manufaktur Tanah Air.
Direktur Jenderal Pengeloaan Sampah Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengkonfirmasi hal tersebut. Menurutnya, saat ini Peraturan Menteri (Permen) KLHK sudah di proses akhir.
"Sebenarnya PP [Peraturan Pemerintah] Nomor 101/2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun [B3] sudah membuk ruang jika perusahaan ingin mengajukan pengecualian. Namun untuk komponen pengecualiannya sedang diproses Permen KLHK," katanya kepada Bisnis, Rabu (26/2/2020).
Vivien menambahkan jika sudah mendapat penetapan pengecualian nantinya, maka industri tidak memerlukan pengajuan izin pengelolaan limbahnya dan dapat langsung dimanfaatkan.
Sayangnya, Vivien tidak merinci komponen apa saja yang akan dikecualikan dalam Permen KLHK tersebut.
Sebenarnya rencana KLHK menerbitkan kebijakan turunan PP No.101/2014 sudah muncul sejak 2015 lalu.
Baca Juga
Dalam catatan Bisnis, Pemerintah menyiapkan beleid terkait mekanisme pengecualian limbah bahan berbahaya dan beracun guna memfasilitasi kebutuhan industri untuk mengelola limbah dalam aktivitas industrinya.
Saat itu, Deputi Bidang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3) dan Sampah KLHK Muhammad Ilham Malik mengatakan peraturan menteri terkait mekanisme pengecualian limbah B3 sedang disiapkan guna memfasilitasi kepentingan industri.
Peraturan menteri tersebut, merupakan turunan kebijakan dari Peraturan Pemerintah (PP) No.101/2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang diundangkan Oktober 2014.
“Kami sudah siapkan draft-nya, tiap industri silahkan mengajukan. Tetapi yang harus diingat, pengajuan tidak hadir dari asosiasi, kepentingan asosiasi tidak bisa diperjuangkan,” tuturnya kepada Bisnis, Selasa (3/2/2015).
Dalam pasal 95 ayat 1, disebutkan setiap orang yang menghasilkan Limbah B3 dari sumber spesifik yang akan melakukan Pemanfaatan Limbah B3 dari sumber spesifik umum dan khusus sebagai produk samping, dikecualikan dari kewajiban memiliki izin pengelolaan limbah B3 untuk kegiatan pemanfaatan limbah B3.
Ilham mengatakan pengecualian akan diberikan dengan mempertimbangkan tingkat berbahaya suatu limbah. Mekanisme penilaian akan diserahkan pada panel yang berasal dari tim ahli bentukan LH dan Kehutanan.
Sebagai tahap awal, laboratorium uji yang diakui Kementerian LH dan Kehutanan berada di Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan, Serpong.
“Limbah yang bisa dikecualikan itu berada pada limbah B3 kategori dua, yang berada pada tabel III sumber spesifik umum dan tabel IV sumber spesifik khusus. Kalo kategori satu tingkat toxic-nya tinggi sekali,” tuturnya.
Dalam tabel IV sumber spesifik khusu terdapat 17 limbah B3 yang masuk dalam kategori dua sumber spesifik khusus, a.l copper slag, steel slag, slag nikel, slag timah putih, Iron concentrate, mill scale, debu EAF, PS ball. Selain itu, fly ash, bottom ash, sludge IPAL, dreg dan grits, spent bleaching earth, gipsum, kapur (CaCO3), tailing dan Refraktori bekas yang dihasilkan dari fasilitas termal.