Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian ESDM mendorong PT PLN (Persero) implementasikan teknologi co-firing pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.
Co-firing merupakan pemanfaatan bahan bakar dari biomassa dan sampah untuk pembangkit listrik dapat dilaksanakan dengan cepat tanpa perlu melakukan pembangunan pembangkit.
Hal ini merupakan sebuah teknologi substitusi batu bara dengan bahan bakar energi terbarukan pada rasio tertentu dengan tetap memperhatikan kualitas bahan bakar sesuai kebutuhan.
Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan metode co-firing telah umum dilakukan oleh sejumlah PLTU batu bara di Eropa dan Amerika.
Bahan baku campuran co-firing adalah adalah biomassa termasuk sampah yang dilakukan pengolahan menjadi pellet sampah, pellet kayu maupun wood chip.
"Mengoptimalkan energi terbarukan dalam mendorong target bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025, uji coba co-firingtelah dilakukan di berbagai PLTU di Indonesia dengan campuran co-firing 1 persen sampai 5 persen," ujarnya seperti yang dikutip dalam laman Kementerian ESDM, Rabu (26/2)
Baca Juga
Metode co-firing ini juga tercantum dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019 - 2038 dimana disebutkan bahwa roadmap konservasi energi untuk kegiatan penyediaan energi salah satunya mencakup program peningkatan efisiensi energi pada pemakaian sendiri dan co-firing.
Pihak PLN telah melakukan ujicoba co-firing salah satunya di PLTU Jeranjang, Nusa Tenggara Barat dengan memanfaatkan pellet biomassa hasil dari metoda Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) yang telah dikembangkan oleh STT PLN, PT Indonesia Power, dan Pemkab Klungkung.
Direktur Pengadaan Strategis 1 PLN Sripeni Inten Cahyani menuturkan pihaknya memanfaatkan wood pellet dan palm kernel shell, pembangkit PJB juga telah melakukan uji coba di 5 PLTU jenis PC (Pulverized Coal) dan CFB (Circulating Fluidized Bed).
"Uji coba co-firing juga dilakukan di PLTU Paiton, PLTU Indramayu dan PLTU Rembang (PLTU jenis PC) dengan memanfaatkan wood pellet, dan PLTU jenis CFB yakni PLTU Ketapang dan Tenayan dengan biomassa palm kernel shell dari sawit," katanya.
MAKSIMAL 5 PERSEN
Sripeni menuturkan uji coba co-firing mulai dari 1 persen, 3 persen, hingga 5 persen dan bekerja sama dengan beberapa pihak lain diantaranya IPB, MHPS & Sumitomo FW, BPPT, ITS, Lemtek UI, PLN Puslitbang dan Pusenlis.
Hasilnya, dari berbagai parameter meliputi visual mixing, material pyrite, parameter operasional coal mill untuk point critical (seperti arus coal mill, bowl pressure, mill outlet temperature) serta temperatur FEGT pada co-firing batu bara dan wood pellet hingga 3 persen menunjukkan hasil yang baik dan masih aman bagi coal mill.
Untuk memenuhi kebutuhan 1 persen co-firing di PLTU di Indonesia, lanjutnya, dibutuhkan biomassa sebanyak 17.470 ton per hari atau 5 juta ton wood pellet per tahun, ekuivalen dengan 738 ribu ton per tahun pellet sampah.
Selanjutnya, PLN akan memetakan masing masing PLTU yang ada di Indonesia dalam matriks hubungan kapasitas EBT yang dapat dihasilkan dengan ketersediaan feedstock di area 50 km sekitar PLTU.
"Manajemen feedstock menjadi poin penting pembahasan selanjutnya, dibutuhkan pula untuk keberlangsungan jangka panjang penyiapan mesin pellet oleh industri lokal yang menunjang ketahanan feedstock," tutur Sripeni.
Untuk diketahui, potensi besar yang dapat dimanfaatkan adalah sampah domestik. Sampah domestik ini memiliki nilai kalor sekitar 1.000 kkal/kg, lebih rendah dibandingkan jerami padi (2.400 kkal/kg) atau sekam (3.000 kkal/kg).