Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketersediaan Air di Ibukota Baru Jadi Sorotan

Salah satu isu strategis sekaligus paling disorot dalam persiapan pembangunan ibu kota negara baru adalah ketersediaan air.
Foto aerial Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (31/8/2019). Sebagian dari kawasan yang masuk sebagai hutan konservasi itu nantinya akan digunakan untuk wilayah ibu kota baru./ANTARA FOTO-Akbar Nugroho Gumay
Foto aerial Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (31/8/2019). Sebagian dari kawasan yang masuk sebagai hutan konservasi itu nantinya akan digunakan untuk wilayah ibu kota baru./ANTARA FOTO-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA - Hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis Ibu Kota Negara (KLHS IKN) menghasilkan beberapa temuan penting. Salah satunya ketersediaan air di wilayah tersebut. 

Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Laksmi Wijayanti mengatakan KLHS IKN mulai disusun sejak September dan rampung pada Desember 2019.

Menurutnya dalam KLHS IKN tersebut salah satu isu strategis yang dikaji adalah ketersediaan air, termasuk dalam konteks kemarau berkepanjangan yang berdampak kepada kelangkaan air.

"Air ini otomatis jadi isu strategis yang kami sorot. Mengapa? Karena dari proses konsultasi publik semua yang disuarakan mengenai air. Pada awal 2020 agak berubah namun masih terkait air, tapi sekarang infrastruktur air, banjir, dan sebagainya, tapi intinya adalah air. Kemudian soal satwa dan pendapat masyarakat setempat," jelasnya, dalam Dialog Nasional VI Pemindahan Ibu Kota Negara, di Bappenas, pada Selasa (11/2/2020). 

Dia menjelaskan beberapa informasi penting temuan KLHS IKN ini yaitu terkait karekateristik Kalimantan Timur dan Pulau Kalimantan, dari sisi geografi, morfologi, dan lainnya. Kemudian dari sisi dampak sosial ekonomi dan lainnya. Walaupun kaya dengan sumber daya alam, ujarnya, terdapat limitasi terutama terkait ekologis di Kalimantan. 

Dari KLHS, imbuhnya, menyimpulkan ada beberapa hal yang harus dilakukan. Rekomendasi KLHS IKN tersebut memuat 10 prinsip smart & forest city, empat usulan kebijakan untuk dukungan keberlanjutan, lima peta jalan pemulihan dan perbaikan lingkungan, serta empat kebutuhan feasibility study lanjutan. 

Dalam kesempatan yang sama, Dosen Universitas Gadjah Mada Bagas Pujilaksono mengatakan diperlukan kajian lanjutan lebih lanjut untuk memikirkan skenario terhadap kondisi paling ekstrem soal penyediaan air. 

"Perlu skenario yang paling ekstrem untuk ketersediaan air, karena air tanah dan air permukaan tidak banyak. Perlu memikirkan kondisi yang paling ekstrem. Apakah air tanah dan air permukaan itu siap karena air itu masalah serius," ujarnya. 

Menanggapi hal tersebut, Laksmi menjelaskan ketika memutuskan melakukan focusing study (FS) tentang air, pihaknya mengakui memang baru di fase pertama dan data itu belum detail sehingga studi kelayakan lanjutan diperlukan. 

"Harus diikuti FS yang robust supaya datanya lebih valid," ujarnya

Dia menambahkan berbicara air terdapat pasokan dan permintaan baik di level umum maupun individu. Namun, dari hasil kajian untuk air tanah dari sisi karakteristik geologi tidak memungkinkan dimanfaatkan dan sulit untuk diinvestasikan karena terlalu mahal.

"Maka pilihannya adalah kepada air permukaan, ketika melihat ini harus lihat kestabilan sumber daya sehingga diputuskan sistem air permukaan di lokasi sangat bergantung pada hujan. Jadi kita tidak berbicara suplai sumber yang selalu ada," jelasnya.

Oleh karena itu, katanya yang menjadi catatan KLHS untuk studi kelayakan lebih lanjut ketika berbicara infrastruktur penyediaan air, adalah yang berkaitan dengan hal tersebut.

"Sambungan itu, mulai dari pemeliharaan air, panen air hujan, menyimpan dengan baik dan pola demand yang harus dikontrol. Jadi setiap orang dan bangunan harus dari awal diberikan restriksi cara memanfaatkan airnya seperti apa, teknologinya harus jauh," katanya.

Oleh karena itu, katanya, memang diperlukan studi kelayakan lebih lanjut terkait infrastruktur air dan ketersediaan air di IKN. 

"Saya sepakat harus punya ekstrem skenario untuk penyediaan air  karena ketika sumbernya air hujan maka ketidakpastian harus dikurangi," ujarnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Agne Yasa
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper