Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bos BI 'Happy' Rating Utang Indonesia Diganjar BBB+ dari JCR

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan peningkatan rating Indonesia oleh JCR pada level BBB+ dengan outlook stabil juga menegaskan bahwa stakeholder internasional terhadap ketahanan perekonomian Indonesia semakin kuat.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (21/3/2019)./ANTARA-Puspa Perwitasari
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyampaikan hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia di Jakarta, Kamis (21/3/2019)./ANTARA-Puspa Perwitasari

Bisnis.com, JAKARTA-Bank Indonesia (BI) menilai peningkatan peringkat utang Indonesia dari Japan Credit Rating menjadi layak investasi BBB+ dari BBB mencerminkan ketahanan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan peningkatan rating Indonesia oleh JCR pada level BBB+ dengan outlook stabil juga menegaskan bahwa stakeholder internasional terhadap ketahanan perekonomian Indonesia semakin kuat.

"Pencapaian ini merupakan komitmen kuat Bank Indonesia, Pemerintah dan otoritas terkait dalam mempertahankan stabilitas ekonomi Indonesia," kata Perry, Kamis (31/1/2020).

Ke depan, Perry menegaskan BI akan mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik dalam memanfaatkan ruang bauran kebijakan yang akomodatif untuk menjaga tetap terkendalinya inflasi dan stabilitas eksternal, serta turut mendukung momentum pertumbuhan ekonomi.

Menurut JCR, rating Indonesia mencerminkan pertumbuhan ekonomi yang solid ditopang oleh konsumsi domestik, terjaganya level defisit anggaran dan utang pemerintah, resiliensi terhadap gejolak eksternal yang didukung oleh kebijakan nilai tukar fleksibel dan kredibilitas kebijakan moneter serta akumulasi cadangan devisa.

Terdapat beberapa faktor yang mendukung peningkatan Sovereign Credit Rating Indonesia. Pertama, dalam hal implementasi agenda reformasi pembangunan infrastruktur terus berlanjut, lebih baik dibandingkan ekspektasi JCR.

Kedua, berlanjutnya reformasi pengeluaran fiskal dan terjaganya defisit anggaran yang dicapai melalui pengendalian subsidi bahan bakar minyak (BBM). JCR memandang fondasi fiskal dan ekonomi Indonesia semakin kuat.

Ketiga, percepatan upaya untuk mengatasi tantangan jangka panjang, antara lain melalui simplifikasi peraturan dengan rencana penerbitan UU Omnibus untuk memfasilitasi aliran investasi langsung, pengembangan infrastruktur dan pengembangan sumber daya manusia.

Keempat, dukungan politik pada pemerintahan Presiden Joko Widodo yang semakin solid sehingga memperkuat momentum kebijakan ekonomi.

Dalam laporannya, JCR menilai pembangunan infrastruktur yang telah menjadi prioritas utama pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak Oktober 2014 secara konsisten terus berlanjut.

JCR juga mencatat bahwa pada periode kedua pemerintahannya, Presiden Joko Widodo menegaskan untuk terus memperkuat upaya refomasi dengan menetapkan lima agenda prioritas pembangunan infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia, penyederhanaan ketentuan melalui penerbitan UU Omnibus, reformasi birokrasi, transformasi ekonomi yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan terhadap sumber daya alam.

Secara khusus, UU Omnibus yang saat ini masih dalam proses penyusunan, adalah upaya ambisius untuk mengintegrasikan amandemen lebih dari 80 ketentuan, yang selama ini dinilai menjadi hambatan dalam investasi.

Lebih lanjut, JCR memandang Bank Indonesia mampu menjaga keseimbangan antara menjaga stabilitas eksternal dan menjaga momentum ekonomi domestik melalui kebijakan moneter dan makroprudensial yang akomodatif, penguatan lebih lanjut kebijakan sistem pembayaran dan pendalaman pasar keuanganserta koordinasi dengan Pemerintah dan lembaga terkait.

Sejak 2019, Bank Indonesia berupaya untuk mendorong pertumbuhan kredit melalui kombinasi penurunan suku bunga kebijakan dan relaksasi kebijakan makroprudensial.

Ketahanan fiskal Indonesia terjaga dengan rasio utang Pemerintah terhadap PDB yang terbatas di sekitar 30 persen. JCR menilai Pemerintah memiliki rencana yang cukup feasible untuk menurunkan defisit fiskal menjadi 1,76 persen PDB pada 2020 dan menurunkan rasio utang Pemerintah di bawah 30% PDB dalam jangka menengah.

Selanjutnya, di tengah pentingnya upaya pendalaman pasar keuangan, kesehatan perbankan Indonesia tetap solid, dengan rasio kecukupan modal (CAR) dan rasio kredit bermasalah (NPL gross) pada November 2019, masing-masing sebesar 23,66 persen dan 2,77 persen.

JCR sebelumnya memperbaiki outlook Sovereign Credit Rating Republik Indonesia dari Stable menjadi Positive, sekaligus mengafirmasi peringkat utang pada BBB (Investment Grade) pada 26 April 2019.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper