Bisnis.com, JAKARTA— Melambatnya pertumbuhan kredit perbankan dinilai sebagai dampak dari investasi dan aktivitas ekspor yang belum signifikan.
Ekonom Permata Bank Josua Pardede mengatakan pertumbuhan kredit hingga akhir 2019 hanya pada kisaran 6,08%, mengingat investasi dan aktivitas ekspor yang masih cenderung melambat.
“Kalau investasi meningkat itu berarti kebutuhan akan permodalan misalnya untuk belanja barang modal lainnya, maka permintaan kredit bisa meningkat,” kata Josua kepada Bisnis, dikutip Jumat (17/1/2020).
Menurutnya, yang dapat meningkatkan pertumbuhan kredit adalah siklus ekonomi yang membaik. Jadi, apabila ekspektasi pertumbuhan ekonomi lebih baik, dan investasi cenderung membaik maka akan mendorong permintaan kredit.
Dia berharap dengan meningkatnya komitmen investasi dari berbagai negara mampu mendorong kredit perbankan di tahun ini. Apalagi, hal tersebut diperkuat dengan kebijakan pemerintah melalui Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.
Ketika investasi meningkat, maka dari sisi belanja masyarakat akan membaik. Sehingga permintaan kredit dari sisi konsumsi dan korporasi juga akan mengarah pada perbaikan.
“Paling cepat di kuartal II atau III pertumbuhan kredit dikisaran 7%-10%, mengingat di Semester I tren pertumbuhan kredit masih cukup rendah karena penyesuaian suku bunga yang masih berlanjut,” jelasnya.
Dia mengatakan apabila aktivitas ekonomi mulai berjalan baik maka dengan sendirinya permintaan kredit akan meningkat, meskipun prosepek penurunan suku bunga BI masih terbatas.
Dia menekankan penurunan pertumbuhan kredit karenakan permintaan yang melambat sebagai dampak dari aktivitas ekonomi yang melambat, bukan dari sisi penawaran perbankan.
“BI sudah memberikan respon dengan penyesuaian dengan menurunkan suku bunga, sehingga kondisi likuiditas tahun ini juga membaik lagi dibandingkan dengan tahun lalu,” katanya.