Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kinerja Industri Mamin Tersendat di Kuartal IV/2019

Kondisi yang dialami industri makanan dan minuman (mamin) pada triwulan IV/2019 terakhir kali dialami pada 2014.
Seorang pekerja melakukan proses produksi minuman kemasan Nu Green Tea Royal Jasmine di pabrik PT ABC President Indonesia, Karawang, Jawa Barat, Rabu (16/4/2014)./ANTARA FOTO-Wahyu Putro A
Seorang pekerja melakukan proses produksi minuman kemasan Nu Green Tea Royal Jasmine di pabrik PT ABC President Indonesia, Karawang, Jawa Barat, Rabu (16/4/2014)./ANTARA FOTO-Wahyu Putro A

Bisnis.com, JAKARTA - Industri makanan dan minuman mengalami anomali pertumbuhan pada kuartal IV/2019. Bila biasanya pada triwulan terakhir kinerja sektor tersebut bertumbuh, maka pada tahun lalu realisasinya diperkirakan stagnan atau bahkan melambat.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) Adhi S. Lukman mengatakan bahwa pihaknya masih terus menghimpun data kinerja dari anggotanya untuk melihat pertumbuhan industri. Namun dari pengamatan sementara, dia mengakui bahwa kinerja industri pada akhir tahun lalu tidak seperti beberapa tahun sebelumnya.

"Kuartal IV/2019 ini agak sedikit kurang bergairah," ujarnya kepada Bisnis belum lama ini.

Adhi menilai kondisi yang dialami industri makanan dan minuman (mamin) pada triwulan IV/2019 terakhir kali dialami pada 2014. Menurutnya, pada periode tersebut jelasnya ada proses transisi pemerintahan baru.

Oleh karena itu, dia memperkirakan bahwa stagnasi atau perlambatan di sektor mamin ini kemungkinan besar terkait dengan masa awal pemerintahan. Proses transisi di sejumlah pos kementerian itu menyebabkan adanya pembahasan kebijakan baru dan juga eksekusi pengeluaran pemerintah yang lebih lama.

"Awal pemerintahan pada 2014 akhir juga [industri mamin] relatif stagnan. Kelihatannya ini berpengaruh karena bagaimanapun juga kebijakan dan pengeluaran pemerintah itu sangat mendorong pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Menurutnya, hal itu juga didukung dengan kondisi ekonomi global. Pasalnya pada akhir tahun lalu harga dan kinerja ekspor komoditas cukup tertekan. Situasi itu, kata Adi, turut memengaruhi daya beli masyarakat.

"Banyak komoditas yang penjualannya turun, baik dari sisi volume maupun harga. Sementara di Indonesia sendiri, daya beli itu tergantung komoditas juga."

Gapmmi pada awal tahun mematok target pertumbuhan kinerja sektor mamin sekitar 9%. Target itu direvisi menjadi 8% akibat realisasi kinerja hingga akhir semester I/2019 hanya mencapai 7,4% seiring konsumsi konsumen kelas menengah dan bawah yang rendah.

Data Kementerian Perindustrian menunjukkan bahwa hingga Kuartal III/2019 industri mamin tumbuh 8,33% (year-on-year/yoy). Realisasi kinerja itu hanya lebih rendah dari dua sektor manufaktur lain, yakni industri tekstil dan pakaian jadi yang tumbuh 15,08% (yoy) dan industri pengolahan lainnya, jasa reparasi, pemasangan mesin dan peralatan yang meningkat 10,33% (yoy).

Kendati begitu, kontribusi sektor mamin terhadap industri pengolahan non-migas masih paling signifikan dengan sumbangsih 6,50%. Industri pengolahan non-migas sendiri berkontribusi sebesar 19,62% bagi produk domesti bruto atau PDB nasional.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Galih Kurniawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper