Bisnis.com, JAKARTA — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritisi sejumlah hal yang ada di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, pascamengunjungi tempat itu pada akhir tahun lalu.
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menjelaskan sejumlah hal yang perlu diperbaiki oleh manajemen Ancol. Pertama, dalam suasana peak session seperti perayaan tahun baru, petunjuk arah kedatangan dan arah keluar kendaraan tampak kurang jelas/kurang terarah sehingga banyak pengguna kendaraan pribadi mengalami kebingungan dan akibatnya kemacetan yang terjadi.
“Bahkan, waktu itu petugas pun nampak bingung dengan kepadatan lalu lintas yang kian crowded,” kata Tulus dalam siaran pers, Rabu (8/1/2020).
Kedua, sistem tiket yang masih konvensional, yaitu konsumen harus membayar secara tunai.
“Seharusnya sekelas Ancol sudah harus pakai tiket elektronik, jangan kalah dengan bonbin [kebun binatang] Ragunan yang notabene harga tiket masuknya jauh lebih murah. Bahkan, idealnya tiket masuk Ancol sudah bisa terintegrasi dengan tiket Transjakarta. Dengan sistem ticketing yang masih konvensional itu, maka pendapatan finansial Ancol dari tiket patut diduga tidak akuntabel dan transparan,” tuturnya.
Ketiga, dia menilai kapal wisata yang beroperasi di area Ancol tidak mempunyai standar keamanan dan keselamatan yang jelas karena tidak mempunyai jaket pelampung yang cukup dan tidak menggunakan tiket untuk pembayaran senilai Rp 20.000 per pax.
“Kalau terjadi accident siapa yang bertanggung jawab? Bahkan, ada konsumen penumpang perahu yang merokok di dekat mesin perahu, tapi ditegur marah-marah. Kalau perahu terbakar karena rokok bagaimana?” katanya.
Keempat, Tulus mengatakan bahwa tiket masuk Ancol juga tidak menyebutkan adanya asuransi bagi konsumen. Kelima, menurutnya, masih banyak sampah plastik berserakan di sekitar pantai di Ancol.
Keenam, Ancol belum bebas dari asap rokok. Dia menilai Ancol seharusnya menjadi kawasan tanpa rokok (KTR).