Bisnis.com, JAKARTA — Tren persaingan penggilingan padi diperkirakan masih bakal berlanjut pada 2020 seiring dengan kapasitas mesin yang berada jauh di atas volume pasokan.
Sebagian unit penggilingan skala kecil pun diyakini tak bisa beroperasi secara maksimal karena keterbatasan produksi padi pada awal tahun yang diikuti dengan kenaikan harga gabah.
Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengemukakan kenaikan harga gabah kering giling (GKG) pada akhir sampai awal tahun menjelang panen raya merupakan siklus rutin yang harus dihadapi usaha penggilingan padi. Dia menjelaskan kondisi ini terjadi lantaran produksi di lapangan cenderung lebih rendah dibandingkan kebutuhan.
"Situasi ini pun dimanfaatkan pula oleh petani. Karena produksi tidak banyak, harga di tingkat petani pun naik karena volume permintaan cenderung tetap," kata Sutarto kepada Bisnis, Senin (6/1/2020).
Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), harga gabah kering panen (GKP) di tingkat penggilingan per Desember 2019 tercatat bertengger di angka Rp5.313 per kilogram, naik 2,11% dibandingkan harga pada November 2019 senilai Rp5.203 per kilogram. Harga GKG pun memperlihatkan tren serupa dengan kenaikan sebesar 2,76% dari Rp5.728 menjadi Rp5.886 per kilogramnya.
Sutarto mengemukakan harga gabah yang tinggi memaksa usaha penggilingan dengan keterbatasan modal menghentikan operasionalnya. Jika secara ideal penggilingan beroperasi sepanjang tahun dengan libur mingguan selama dua hari, dia menyebutkan banyak usaha penggilingan yang bergerak pada masa panen raya saja.
"Kapasitas maksimal penggilingan secara nasional bisa mencapai 200 juta ton, tetapi pasokan padi per tahunnya di bawah itu," ujarnya.
Berdasarkan data survei Perpadi pada 2012, Sutarto mengemukakan jumlah usaha penggilingan padi tercatat mencapai 182.000 unit dengan penggilingan besar sebanyak 2.000 unit, penggilingan sedang 8.000 unit, dan terbanyak penggilingan kecil 172.000 unit. Kendati demikian, dia meyakini jumlah tersebut telah berubah seiring datangnya laporan mengenai usaha penggilingan yang mati suri.
"Saya memperoleh laporan bahwa banyak yang mati suri, terutama yang kecil karena kalah bersaing dengan skala besar. Karena keterbatasan modal operasionalnya tidak efisien. Penggilingan kecil hanya beroperasi ketika panen saja," katanya.
Masa tanam yang mundur sebagai imbas dari panjangnya kemarau pada 2019 pun diyakini akan memperpanjang tren kenaikan harga gabah. Menurut Sutarto, harga gabah bisa bertahan di atas Rp5.000 per kilogram setidaknya sampai Maret.
"Normalnya kenaikan harga terjadi pada Januari sampai Februari. Tapi kalau tidak normal dengan panen raya yang berpotensi mundur saya perkirakan kenaikan berlanjut sampai Maret," imbuh Sutarto.