Bisnis.com, JAKARTA — Skema pembiayaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan bakal disesuaikan.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan bahwa penyesuaiannya akan mengakomodasi masukan dari pengembang dan perbankan.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Junaidi Abdillah mengharapkan agar untuk penyesuaiannya pemerintah mempunyai kreasi sehingga dari anggaran yang ada bisa mendapat unit yang lebih banyak.
Beberapa usulan yang diajukan Apersi di antaranya adalah mengolah kembali dana yang ada dengan menghitung kembali pangsa dana dari pemerintah dan perbankan sehingga bisa menambah unit. Opsi lainnya adalah menyesuaikan kembali tingkat suku bunga acuan agar tidak memberatkan.
“Usulannya kami sudah sampaikan ke pemerintah bagaimana menambah unit dengan anggaran yang ada. Harapannya pemerintah kan sudah banyak mengurangi subsidi lain, seperti BBM dan listrik, tapi untuk perumahan jangan karena masa depan bangsa itu juga diawali dari rumah,” ungkapnya di sela-sela Rakernas Apersi, Rabu (11/12/2019).
Junaidi mengatakan bahwa FLPP adalah “barang cantik” lantaran tidak menambah beban pemerintah karena sifatnya dana bergulir. Begitu pula dengan bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2TB), tetapi ditakutkan dapat terhenti kapan saja karena sifatnya berupa pinjaman dari Bank Dunia.
Selain usulan menghitung kembali anggaran yang ada atau menyesuaikan suku bunga, Apersi juga mengusulkan agar anggaran untuk pembangunan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) bisa digulirkan ke FLPP. Hal itu dikarenakan pembangunan PSU bisa dilakukan swadaya oleh pengembang.
“Belum lagi dana PSU ini kan sedikit tidak adil karena anggarannya terbatas. Jadi, hanya pengembang tertentu yang dapat. Kalau memang untuk meringankan harusnya semua dapat tanpa harus dipilih. Jadi, kenapa PSU enggak ditaruh saja di FLPP,” ungkapnya.