Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mantan Mentan Nilai Beras Menumpuk Bukan Karena Impor

Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta mengevaluasi stok beras yang sudah tidak layak di Bulog. Dikhawatirkan jumlah yang harus didisposal mencapai lebih dari 20.000 ton. 
Pekerja mengangkut stok beras Bulog untuk didistribusikan ke pasar-pasar di Gudang Sub-Divre Bulog Serang, di Serang, Banten, Jumat (10/5/2019)./ANTARA-Asep Fathulrahman
Pekerja mengangkut stok beras Bulog untuk didistribusikan ke pasar-pasar di Gudang Sub-Divre Bulog Serang, di Serang, Banten, Jumat (10/5/2019)./ANTARA-Asep Fathulrahman
Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah diminta mengevaluasi stok beras yang sudah tidak layak di Bulog. Dikhawatirkan jumlah yang harus didisposal mencapai lebih dari 20.000 ton. 
Ketidakseimbangan beras masuk dan keluar dinilai bukan disebabkan suplai yang kelewat banyak. Menumpuknya beras bukan pula karena impor. Sebab cadangan beras pemerintah (CBP) memang seharusnya mencapai lebih dari 2 juta ton. Bulog juga ikut serta dalam pengambilan keputusan impor beras. 
Menteri Pertanian (Mentan) Periode 2004-2009 Anton Apriyantono berpendapat, besarnya jumlah disposal karena  penyaluran yang terlambat. Sebaliknya, ia mempertanyakan manejemen penyaluran beras yang dilakukan Bulog.
“Artinya outnya terlambat. Sekarang programnya seperti apa? Kenapa enggak disalurkan itu beras?” tanya pria yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Kopi Nasional ini, Kamis (5/12).  
Anton menegaskan,  jumlah beras rusak yang begitu besar bukan disebabkan oleh keputusan impor. Sebab dalam pengambilan keputusan impor, biasanya didahului dengan laporan Bulog akan cadangan di seluruh gudangnya sebagai bahan perhitungan. Dari situ dapat diketahui jumlah total CBP sekaligus berapa lama stok beras itu cukup memenuhi kebutuhan dalam negeri. 
Dia menyimpulkan, persoalan yang dihadapi Bulog saat ini adalah sisi penyaluran. Semestinya, jika beras tersebut dialokasikan untuk raskin, kebutuhan pasca bencana, atau Operasi Pasar, tak ada masalah penumpukan. Jumlah 2 juta ton disebut Anton, adalah jumlah stok minimal yang harus ada di gudang Bulog. 
Dari pengalamannya, Anton mengingat, Bulog belum pernah memusnahkan stok rusak, khususnya saat dia menjabat.
“Belum pernah terjadi seperti ini. Dulu kan seimbang antara yang masuk dengan yang keluar,” jelas Anton. 
Di kesempatan berbeda, Pengamat Pertanian Dwi Andreas mengatakan, senada. Dia mengemukakan, ada yang salah dengan manejemen arus beras oleh Bulog. 
Hingga 31 Oktober, jumlah cadangan beras Bulog hanya mencapai 2,29 juta ton. Sebanyak 20.000 ton yang dimusnahkan merupakan beras lama yang telah disimpan lebih dari satu tahun. Tidak disalurkan, tidak juga dilepas ke pasar. 
“Saya pastikan akan lebih dari 20 ribu. Berarti kan disana first in first out ada yang salah. Managemennya ada yang salah,” ujar Dwi Andreas yang juga Guru Besar IPB kepada wartawan, Kamis (5/12).   
Menrutnya,  wajar jika perusahaan yang berdagang komoditas pertanian melakukan disposal. Sebab komoditas pertanian memiliki masa layak dengan jangka waktu tertentu. Barang dengan kualitas yang menurun tak boleh diperjualbelikan. Perlakuan sama juga terjadi pada perdagangan komoditas makanan olahan.
Namun, disposal mestinya tak berjumlah lebih dari 1% dari total barang yang dijual perusahaan. Malah akan lebih baik jika disposal tak melebihi 0,5%. Jumlah disposal yang besar menandakan sistem manajemen dan penyimpanan stok yang tak efektif serta efisien.  
Dwi berpendapat kualitas beras yang masuk ke gudang Bulog perlu diperhatikan. Pasalnya, beras rusak yang bakal didisposal ini berasal dari serapan dalam negeri, yang saat ini jumlahnya masih sekitar 1 juta ton. Sedangkan beras eks impor punya kadar air rendah, sehingga lebih tahan lama. Resiko kerusakannya hanya 5%. 
“Pada kepemimpinan Kementan sebelumnya Bulog dipaksa beli gabah juga, kan. Akhirnya dapat gabah dan beras yang kualitasnya enggak begitu bagus. Kalau kualitasnya enggak bagus, jangankan setahun, dua bulan aja sudah rusak,” lanjutnya. 
Dwi juga menilai, Bulog pun tidak boleh menagih kerugian senilai Rp160 miliar dari 20.000 ton beras rusak. Sebab itulah risiko yang mestinya diperhitungkan sejak awal. 
“Dalam tata kelola pangan apapun kalau kita melakukan perdagangan pangan, disposal itu masuk dalam risiko. Dalam mitigasi risiko, disposal harus sudah masuk dalam cost (kerugian.red). Kalau tidak terjadi disposal yang untung perusahaannya itu jadi profit,” kata dia.  
Disposal stok rusak sebenarnya telah dilakukan Bulog pada tahun-tahun sebelumnya. Bedanya, pada masa lampau seburuk apa pun kualitas beras, Bulog tetap menyalurkannya kepada masyarakat. Dari situlah stigma kualitas beras Bulog buruk bermula. 
“Kita tahu sendiri lah, pada masa program raskin atau rastra kan kita tahu bagaimana mutu berasnya. Sudah jadi rahasia umum kan itu disposal juga karena tidak dipakai oleh penerima manfaat. Dibuang untuk pakan ayam,” kritik dia.
Terhadap cadangan beras pemerintah, nilai harga 20.000 ton yang akan dilelang itu tengah dikaji.
"Akan dilihat lagi oleh  Menteri Keuangan, dan akan ditentukan  berapa nilainya dari pentahapan hasil pemeriksaan dari laboratorium, termasuk dari BPOM, dan rekomendasi berkaitan dengan selisih harga Cadangan Beras Pemerintah," kata Dirut Bulog, Budi Waseso yang biasa disapa Buwas, di halaman Istana Negara, Jakarta pada Rabu.
Stok beras tersebut awalnya bernilai Rp160 miliar, dengan rata-rata harga pembelian di petani Rp8.000 per kilogram. Beras menumpuk ini menurut Buwas adalah beras untuk program bantuan sosial pada 2017 yang telah disimpan di sejumlah daerah, namun pemberiannya dibatalkan.
Sebelumnya Budi menjelaskan beras tersebut dapat dijadikan bahan produk turunan, seperti tepung, makanan ternak, maupun bahan baku ethanol.
Nantinyam beras untuk bahan baku ethanol dijual seharga Rp1.800 per kilogram. Sebanyak 20 ribu ton beras itu sudah melalui penawaran harga masing-masing.
Persoalan beras ini juga dibahas dalam rapat bertajuk "pengelolaan cadangan beras pemerintah" yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo dan Wapres Ma'ruf Amin.
Presiden mengarahkan kepada menteri-menterinya agar koordinasi dapat dilakukan lebih baik antara program penyaluran dan realisasi di lapangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper