Bisnis.com, JAKARTA - Optimalisasi penggunaan mahadata (big data) dibutuhkan agar langkah penguatan sistem jaminan kesehatan nasional (JKN) di Indonesia menjadi lebih tepat sasaran dan efektif.
Direktur The SMERU Research Institut Widjajanti Isdijoso mengatakan, besarnya jumlah masyarakat di Indonesia yang memperoleh fasilitas JKN membutuhkan penangan khusus. Hal itu dibutuhkan agar masyarakat Indonesia mendapatkan manfaat yang maksimal dari JKN dan pemerintah dapat lebih efisien dalam melakukan penganggaran untuk fasilitas kesehatan nasional tersebut.
“Kuncinya ada di big data. Dari situ pemerintah bisa menganalisis karakter penduduknya dan perkiraan kebutuhan layanan kesehatannya seperti apa. Big data juga diperlukan untuk menganalisis kebijakan preventif di sektor kesehatan, guna menekan besarnya dana untuk layanan kesehatan nasional,” katanya, Kamis (21/11/2019).
Selama ini menurutnya, anggaran JKN di Indonesia lebih banyak dihabiskan untuk program kuratif. Hal itu lanjutnya, akan terus membuat pemerintah terbebani untuk menyediakan anggaran jaminan kesehatan.
Terlebih, lanjutnya, pemerintah selama ini menanggung iuran JKN untuk 135 juta penduduk miskin di seluruh Indonesia. Di mana 96,6 juta jiwa di antaranya iurannya disokong oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sisanya dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBN).
Dia mengatakan, mahadata juga diperlukan untuk menganalisis kecenderungan masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan di tiap daerah. Sebab, menurut penelitiannya di beberapa daerah, cukup banyak masyarakat yang dibiayai iuran jaminan kesehatan nasionalnya oleh satu pemerintah daerah, justru memanfaatkan fasiitas kesehatan di daerah lain.
“Big data ini juga penting untuk menganalisis kualitas fasilitasn layanan kesehatan di tiap daerah. Ketika ada banyak penduduk di suatu daerah menggunakan fasilitas kesehatan di daerah lain, artinya ada yang perlu dikoreksi dari fasilitas kesehatan di daerah asalnya,” jelasnya.
Presiden Direktur PT Novartis Indonesia Jorge Wagner mengatakan konsep mahadata untuk memperkuat kualitas jaminan kesehatan nasional telah diterapkan di berbagai negara. Dia mencontohkan Taiwan dan Korea Selatan yang berhasil memanfaatkan big data untuk optimalisasi layanan dan penganggaran untuk kebijakan kesehatan nasional.
“Tidak mudah bagi sebuah negara mengelola JKN. Negara lain juga masih terus melakukan perbaikan dan optimalisasi agar JKN lebih efektif dan tidak menjadi beban bagi negara. Pemanfaatan big data adalah salah satu solusi untuk membantu mengelola JKN,” katanya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi mengatakan pemerintah telah mengupayakan terbentuknya big data yang komprehensif dalam rangka penyelenggaraan JKN. Menurutnya Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kes) telah menyediakan akses bagi Kemenkes untuk mengakses data-data yang dimilikinya.
“Kami sedang upayakan agar data BPJS Kes dapat terintegrasi dengan sistem di Kemenkes. Kami akui pola integrasi dua lembaga penyelenggara dan penanggung jawab kesehatan nasional ini belum kuat. Ke depan kami ingin percepat integrasi ini supaya proses penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional bisa lebih optimal,” katanya.
Dia mengatakan, saat ini BPJS Kes telah membangun aplikasi yang memudahkan masyarakat mengakses kebutuhan layanan jaminan kesehatan yang diselenggarakan negara. Namun, aplikasi tersebut belum semuanya tehubung dengan program-program yang dimiliki Kemenkes, termasuk program kesehatan yang bersifat preventif.