Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Indonesia perlu membuat matriks strategi dalam proses penyelesaian negosiasi dagang dan ekonomi dengan Turki, Tunisia, Maroko dan Bangladesh, terutama dalam hal penghapusan trade measures atas produk RI.
Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Benny Soetrisno mengatakan keempat negara tersebut tergolong sebagai negara yang acap kali menerapkan trade measures terhadap Indonesia. Untuk itu, pembahasan mengenai penghapusan trade measures harus menjadi fokus utama, setelah Kementerian Perdagangan menargetkan negosiasi perjanjian dagang dengan keempat negara itu selesai pada 2020.
“Turki sangat agresif menerapkan bea masuk antidumping dan safeguard atas produk-produk kita. Begitu pula dengan Bangladesh. Sementara itu, Tunisia dan Maroko lebih kepada hambatan nontarif. Untuk itu, perlu ada matriks strategi negosiasi yang tepat agar manfaat yang kita peroleh lebih besar nantinya,” katanya, Kamis (14/11/2019).
Menurutnya, produk-produk RI yang dikenai bea masuk antidumping dan safeguard oleh Turki a.l. logam, tekstil dan produk tekstil (TPT), furnitur, ban dan tepung terigu. Sementara itu, produk CPO dan turunanya serta buah-buahan Indonesia, ekspornya ke Bangladesh masih terkendala oleh kebijakan tarif impor yang tinggi. Hal itu membuat kinerja ekspor RI ke negara tersebut terhambat.
Untuk itu dia menilai pembentukan Indonesia-Turki Comprehensive Economic Partnership Agreement (IT-CEPA)dan Indonesia-Bangladesh Preferential Trade Agreement (PTA) diharapkan bisa menjadi solusi untuk mengurangi tekanan dari hambatan dagang tersebut.
Sementara itu, pembentukan kerja sama dagang Indonesia-Maroko Preferential Trade Agreement (IM-PTA) dan Indonesia-Tunisia PTA diproyeksikannya dapat memperkuat penetrasi ekspor produk RI ke kawasan Afrika dan Eropa. Pasalnya, kedua negara tersebut telah memiliki perjanjian dagang bebas (free trade agreement/FTA) dengan Uni Eropa.
“Kami mengarapkan pemerintah mengajak pengusaha untuk ikut membuat matriks strategi dan komoditas yang perlu diberikan insentif dalam perundingan yang dilakukan. Sebab kami melihat keempat negara mitra dagang nontradisional tersebut memiliki potensi yang besar dalam mengungkit ekspor RI,” jelasnya.
Ketua Bidang Perindustrian Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Johnny Darmawan mengatakan penyelesaian negosiasi dagang dan ekonomi komprehensif dengan Turki, Tunisia dan Maroko dapat digunakan untuk mensiasati apabila perundingan Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU –CEPA) tertunda penyelesaiannya pada tahun depan.
Pasalnya, dia melihat ketiga negara tersebut memiliki akses yang besar untuk menjangkau pasar Benua Biru. Menurutnya, ketiga negara tersebut bisa menjadi hub ekspor Indonesia ke Uni Eropa.
“Untuk itu, kami melihat perlunya pembahasan dalam bentuk penurunan hambatan tarif dan nontarif atas produk-produk yang bisa kita ekspor kembali dari ketiga negara itu ke Eropa. Jadi fokus perundingannya jangan hanya kepada produk-produk kita yang dibutuhkan di Turki, Tunisia dan Maroko,” jelasnya.
Adapun, Kementerian Perdagangan menargetkan dapat menyelesaikan perundingan Indonesia-Uni Eropa Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA), Indonesia-Turki Comprehensive Economic Partnership Agreement (IT-CEPA), Indonesia-Maroko Preferential Trade Agreement (IM-PTA), Indonesia-Tunisia PTA dan Indonesia-Bangladesh PTA pada 2020.
Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menyebutkan kelima perjanjian dagang dan ekonomi tersebut dibutuhkan agar Indonesia dapat memperluas penetrasi pasar ekspornya pada masa depan. Di sisi lain, negara-negara mitra dagang tersebut, menurutnya juga telah menunjukkan komitmennya untuk menyelesaikan proses perundingan.
“Tentu kami akan melibatkan pelaku usaha dalam menyiapkan strategi perundingan, sebab mereka yang lebih tahu kebutuhan dalam mengakses pasar di negara-negara tersebut,” katanya.