Bisnis.com, JAKARTA - Rendahnya kualitas belanja daerah yang dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda) menjadi sorotan dalam Sosialisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) 2020.
Merujuk data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, total belanja daerah secara nasional yang dianggarkan dalam APBD 2019 mencapai Rp1.225,05 triliun, meningkat dibandingkan dengan APBD 2018 yang mencapai Rp1.153,85 triliun.
Meski demikian, belanja pegawai dan belanja barang/jasa pada APBD 2019 tercatat masih dominan dengan proporsi masing-masing sebesar 34,85% dan 24,28% dari keseluruhan APBD. Adapun belanja modal tercatat hanya sebesar 19,19% dari keseluruhan APBD.
Menurut catatan Kemenkeu, belanja daerah masih kurang fokus menuntaskan program prioritas karena pemda terlalu banyak mengganggarkan belanja untuk banyak program sehingga tidak memiliki fokus pada setiap tahun anggarannya.
Belanja pegawai juga terus naik terutama di Jawa dan Sumatra. Di Jawa dari Rp82,9 triliun pada 2010 menjadi Rp178,3 triliun pada 2019 dan Sumatra dari Rp53,2 triliun menjadi Rp108,8 triliun.
Belanja barang/jasa juga cenderung naik karena meningkatnya belanja perjalanan dinas, rapat, dan honorarium serta tingginya standar biaya yang digunakan oleh pemda di dalam APBD.
Pada satu sisi, belanja modal terus menurun akibat gagal lelang dan permasalahan lahan. Sebagian belanja modal juga digunakan untuk membangun gedung dan membeli kendaraan dinas.
Lebih lanjut, pemenuhan belanja wajib pun masih belum dipenuhi oleh semua pemda. Seperti diketahui, belanja wajib yang wajib dialokasikan oleh pemda dalam APBD antara lain alokasi belanja pendidikan sebesar 20%, belanja kesehatan sebesar 10%, dan belanja infrastruktur sebesar 25% dari dana transfer umum (DTU).
Kemenkeu mencatat terdapat 448 pemda yang mematuhi ketentuan belanja wajib pendidikan sebesar 20%, sedangkan pemda yang mematuhi ketentuan belanja wajib kesehatan mencapai 531 daerah. Adapun pemda yang mematuhi alokasi wajib belanja infrastruktur mencapai 353 daerah.
"Kira-kira hanya 30% dari APBD yang berdampak kepada rakyat. Ini kan salah. Belanja daerah masih kurang fokus dan kegiatannya bermacam-macam," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kamis (14/11/2019).
Tidak mengherankan, banyak daerah masih kurang belum mampu mengejar ketertinggalannya dalam pembangunan. Selain itu, pemda juga masih tidak kreatif dalam menggunakan instrumen pembiayaan dalam rangka mengejar ketertinggalannya di bidang infrastruktur.
Merujuk pada RPJMN 2014-2019, dari kebutuhan dana pembangunan infrastruktur baru mencapai Rp5.519,4 triliun.Namun, APBD berkontribusi paling minim dengan alokasi belanja infrastruktur sebesar 545,3 triliun atau 9,88% dari kebutuhan.
Banyak daerah yang masih belum mengoptimalkan KPBU karena pemda masih belum mampu mengidentifikasi proyek strategis serta masih belum mampu memilih sumber pembiayaan.
Per 2019, tercatat hanya 7 daerah yang menarik pinjaman dalam rangka pembangunan infrastruktur melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Pinjaman yang ditarik pun hanya sebesar Rp478 miliar.
"Ironisnya, justru hanya daerah yang sudah maju yang tertarik untuk memanfaatkan instrumen pembiayaan, sedangkan daerah yang tertinggal masih melaksanakan APBD secara konvesional," ujar Sri Mulyani.