Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permintaan Produksi Sektor Manufaktur Turun

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai hal ini sudah tampak dari penerimaan pajak yang bersumber dari industri manufaktur yang terus tertekan terutama memasuki semester II/2019.
Pekerja merakit mesin mobil Esemka di pabrik PT Solo Manufaktur Kreasi, di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019)./JIBI/Bisnis-Chamdan Purwoko
Pekerja merakit mesin mobil Esemka di pabrik PT Solo Manufaktur Kreasi, di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019)./JIBI/Bisnis-Chamdan Purwoko

Bisnis.com, JAKARTA–Data Badan Pusat Statistik (BPS) serta IHS Markit melalui Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia mengindikasikan adanya penurunan terhadap permintaan atas produksi dari sektor manufaktur.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Yusuf Rendy Manilet menilai hal ini sudah tampak dari penerimaan pajak yang bersumber dari industri manufaktur yang terus tertekan terutama memasuki semester II/2019. Hal yang sama juga terindikasikan dari indeks penjualan riil yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI).

Seperti diketahui, penerimaan perpajakan dari sektor manufaktur tercatat hanya sebesar Rp215,58 triliun per Agustus 2019 atau terkontraksi -4,8% (yoy).

Indeks penjualan riil juga menunjukkan adanya perlambatan penjualan eceran per Agustus 2019 dimana penjualan riil hanya tumbuh 1,1% (yoy).

Data yang sama juga memproyeksikan bahwa penjualan eceran pada kuartal III/2019 juga akan tumbuh melambat sebesar 1,8% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya di mana penjualan eceran bisa tumbuh 4,6% (yoy).

"Artinya memang keterlambatan pertumbuhan permintaan relatif terjadi," ujar Yusuf, Jumat (1/11/2019).

Apabila dilihat secara global, Yusuf menerangkan bahwa perlambatan sektor manufaktur tidak hanya terjadi di Indonesia.

Meski demikian, Yusuf menilai perlambatan industri manufaktur di Indonesia tidak hanya terjadi pada tahun ini saja. Perlambatan industri manufaktur sudah terjadi dalam 2 tahun terakhir dan nampak dari pertumbuhan sektor tersebut yang relatif stagnan.

Oleh karena itu, ke depan diperlukan pelonggaran kebijakan fiskal dan moneter dalam rangka menstimulus sektor industri manufaktur.

Penurunan suku bunga oleh BI perlu segera tertransmisi ke suku bunga kredit agar biaya ekspansi yang dibutuhkan bagi sektor industri manufaktur semakin rendah.

Kebijakan fiskal juga perlu turut memberi dukungan dengan kebijakan-kebijakan yang mampu mempertahankan daya beli masyarakat.

"Ketika kebijakan bisa mendorong dari sisi permintaan maka ada aktivitas ekonomi, inilah yang bisa bermuara terhadap kenaikan permintaan produk-produk industri manufaktur," ujar Yusuf.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Achmad Aris

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper