Bisnis.com, JAKARTA — Banyak pengembang mengatakan bahwa properti di Jakarta terbilang lesu dalam beberapa tahun belakangan, terutama sektor ritel lantaran adanya moratorium sejak 2011.
Namun, hasil riset Coldwell Banker Commercial Indonesia menyatakan bahwa secara umum kinerja pasar properti di Jakarta sepanjang tahun ini masih mencatatkan pergerakan yang positif dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya meskipun tipis.
“Hingga kuartal III/2019 memang pergerakan bisa dikatakan cenderung moderat karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih tertekan, lalu adanya berbagai isu politik juga sedikit banyak memengaruhi pasar properti,” kata Tommy Bastamy, Managing Partner of Real Estate Management CBC melalui risetnya, dikutip Bisnis, Jumat (25/10/2019).
Berdasarkan riset tersebut, tercatat ada tambahan ruang ritel baru selama 2019 sebanyak 5.440 meter persegi. Jumlah tersebut mengalami penurunan 56,10 persen dibandingkan dengan tambahan jumlah pasok pasar ritel pada periode yang sama tahun lalu.
“Karena ada moratorium itu, jadi pengembang tidak bisa membangun mal yang berdiri sendiri. Jadi, kebanyakan tambahan pasok ini datang dari pengembangan properti mixed-use di Jakarta,” kata Tommy.
Berdasarkan jumlah proyek, konsep ritel untuk menunjang gaya hidup dengan tenancy mix yang mayoritas menjual makanan dan minuman menunjukkan pertumbuhan paling tinggi selama beberapa tahun belakangan.
Hasil riset CBC juga menunjukkan bahwa dengan minimnya tambahan pasok properti ritel membuat rata-rata tingkat hunian atau okupansi dari properti ritel di Jakarta mencapai 93,30 persen pada kuartal III/2019.
Adapun, tingkat serapan ruang ritel untuk Januari—September 2019 tercatat mencapai 6.913 meter persegi atau naik 15,50 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.