Bisnis.com, JAKARTA - Cairan esense untuk rokok elektrik semakin banyak ditemui di kota besar hingga desa-desa. Cairan esense yang berdampak buruk pada kesehatan dikenakan cukai oleh Ditjen Bea dan Cukai untuk mengendalikan konsumsi.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto menuturkan bahwa Bea dan Cukai tak berhak untuk melarang dan mengizinkan karena tupoksi Kemenkeu bukan untuk melarang dan mengizinkan.
"Bea cukai sesuai dengan tupoksinya mengambil inisiatif, untuk mengawasi konsumsi, peredaran harus diawasi, apalagi yang menimbulkan ekternalitas negatif baik bagi kesehatan maupun bagi lingkungan, dan perlu adanya pungutan negara untuk mencapai keseimbangan dan keadilan," ungkap Nirwala, Jumat (11/10/2019).
Nirwala mengungkapkan, rokok elektrik yang menggunakan esense telah dikenakan cukai. Melalui pengenaan cukai, maka hasil produk tembakau lainnya (HPTL) menjadi lebih tinggi. Tarif yang dikenakan untuk HPTL mencapai 57%, dengan pembatasan kemasan masing-masing 15 mililiter, 30 mililiter, 60 mililiter dan 100 mililiter.
Hingga September 2019, penerimaan cukai hasil produk tembakau lainnya mencapai Rp300 miliar. Bea Cukai mencatatkan, penjualan cairan esense untuk rokok elektrik sudah semakin marak di desa-desa.
Nirwala menuturkan, konsumsi esense di Magelang terbilang tinggi. Hal tersebut terbukti dari penerimaan cukai HPTL hingga Rp5 miliar. Saat ini, Kemenkeu masih mengamati pola konsumsi yang meningkat. Bila konsumsi semakin lebih tinggi lagi, maka Kemenkeu melalui Bea Cukai akan mengatur harga jual eceran untuk mengendalikan konsumsi.
Untuk periode Januari-September 2019, Bea Cukai mencatatkan konsumsi enggak mencapai 564 liter. Pengenaan cukai bagi HPTL bisa membuat produk yang tak terawasi menjadi lebih terawasi.
"Kami akan melakukan penindakan, bila ada pelanggaran. Banyak yang menjual rokok eletrik lewat aplikasi online yang kami tangkapin. Itu ilegal. Bila itu tak dikenakan cukai, maka konsumsi akan lebih tinggi lagi dan peta konsumsi juga bisa diketahui," tutur Nirwala.
Dalam kesempatan terpisah, ahli kesehatan dokter Tan Shot Yen mengungkapkan rokok tembakau dan elektrik akan membuat konsumen kecanduan. Dia mengungkapkan, untuk mengurangi konsumsi rokok maka dibutuhkan edukasi secara terus menerus.
Tan menilai, pemerintah harus memilikir strategi khusus untuk mengubah perilaku perokok. Indonesia harus belajar dari Amerika Serikat yang mencatatkan korban sekarat hingga tewas akibat mengkonsumsi cairan esense untuk rokok elektrik.
Tan menambahkan, rokok elektrik tak terbukti membantu orang berhenti merokok. Uap rokok elektrik juga memberikan dampak negatif pada perokok pasif, sebab orang-orang sekitar akan menghirup uap rokok elektrik yang mengandung nikotin, partikel halus dan bahan toksik yang berisiko menimbulkan masalah kesehatan.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto menuturkan bahwa Bea dan Cukai tak berhak untuk melarang dan mengizinkan karena tupoksi Kemenkeu bukan untuk melarang dan mengizinkan.
"Bea cukai sesuai dengan tupoksinya mengambil inisiatif, untuk mengawasi konsumsi, peredaran harus diawasi, apalagi yang menimbulkan ekternalitas negatif baik bagi kesehatan maupun bagi lingkungan, dan perlu adanya pungutan negara untuk mencapai keseimbangan dan keadilan," ungkap Nirwala, Jumat (11/10/2019).
Nirwala mengungkapkan, rokok elektrik yang menggunakan esense telah dikenakan cukai. Melalui pengenaan cukai, maka hasil produk tembakau lainnya (HPTL) menjadi lebih tinggi. Tarif yang dikenakan untuk HPTL mencapai 57%, dengan pembatasan kemasan masing-masing 15 mililiter, 30 mililiter, 60 mililiter dan 100 mililiter.
Hingga September 2019, penerimaan cukai hasil produk tembakau lainnya mencapai Rp300 miliar. Bea Cukai mencatatkan, penjualan cairan esense untuk rokok elektrik sudah semakin marak di desa-desa.
Nirwala menuturkan, konsumsi esense di Magelang terbilang tinggi. Hal tersebut terbukti dari penerimaan cukai HPTL hingga Rp5 miliar. Saat ini, Kemenkeu masih mengamati pola konsumsi yang meningkat. Bila konsumsi semakin lebih tinggi lagi, maka Kemenkeu melalui Bea Cukai akan mengatur harga jual eceran untuk mengendalikan konsumsi.
Untuk periode Januari-September 2019, Bea Cukai mencatatkan konsumsi enggak mencapai 564 liter. Pengenaan cukai bagi HPTL bisa membuat produk yang tak terawasi menjadi lebih terawasi.
"Kami akan melakukan penindakan, bila ada pelanggaran. Banyak yang menjual rokok eletrik lewat aplikasi online yang kami tangkapin. Itu ilegal. Bila itu tak dikenakan cukai, maka konsumsi akan lebih tinggi lagi dan peta konsumsi juga bisa diketahui," tutur Nirwala.
Dalam kesempatan terpisah, ahli kesehatan dokter Tan Shot Yen mengungkapkan rokok tembakau dan elektrik akan membuat konsumen kecanduan. Dia mengungkapkan, untuk mengurangi konsumsi rokok maka dibutuhkan edukasi secara terus menerus.
Tan menilai, pemerintah harus memilikir strategi khusus untuk mengubah perilaku perokok. Indonesia harus belajar dari Amerika Serikat yang mencatatkan korban sekarat hingga tewas akibat mengkonsumsi cairan esense untuk rokok elektrik.
Tan menambahkan, rokok elektrik tak terbukti membantu orang berhenti merokok. Uap rokok elektrik juga memberikan dampak negatif pada perokok pasif, sebab orang-orang sekitar akan menghirup uap rokok elektrik yang mengandung nikotin, partikel halus dan bahan toksik yang berisiko menimbulkan masalah kesehatan.