Ternyata, Ada Kebocoran Keran Impor TPT Indonesia
Ditemui Bisnis.com, Kamis (10/10/2019), Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat juga membenarkan bahwa PLB menjadi tempat ‘aksi nakal’ para importir. Dia mensinyalir importir nakal berasal dari para pemegang API-P.
Menurutnya, banyak pedagang berstatus API-P yang mengimpor produk TPT melebihi kapasitas produksinya. Aksi nakal para importir produsen tersebut tidak hanya dilangsungkan di PLB, tetapi juga di pelabuhan-pelabuhan umum.
Ade menyebut, para importir nakal tersebut mendistribusikan produk impor ke pasar dalam negeri. Padahal, dalam Permendag No. 64/2017 telah diatur secara jelas bahwa importasi melalui PLB oleh API-P bukan untuk konsumsi umum di pasar domestik.
Pada kesempatan terpisah, sumber Bisnis.com mengemukakan bocornya keran impor TPT Indonesia jelas terpampang dalam data International Trade Statistics. Data tersebut menemukan selisih klaim impor TPT Indonesia dengan klaim ekspor China sepanjang 2018.
“Selisihnya mencapai 19,31 persen. Data ini menambah defisit neraca perdagangan dengan nilai US$978 juta atau setara dengan Rp13,9 triliun,” ungkap sumber Bisnis.com yang merupakan salah satu pengusaha TPT.
Secara volume, sebutnya, perbedaan klaim ekspor TPT China dan impor TPT Indonesia mencapai 13,4 persen atau 162,5 ton. Dia mencurigai perbedaan klaim ini muncul akibat adanya praktik penggelapan dalam pencatatan antara faktur asli dan Form E yang digunakan dalam perdagangan antara China sebagai penjual dan Indonesia sebagai pembeli.
Dengan praktik ini, harga impor dibuat menjadi lebih murah atau undervalue hingga mencapai 30 persen. Tujuan penggelapan pencatatan Form E yang berbeda dari invoice asli ini dilakukan untuk menekan pembayaran PPN dan PPh. Contoh praktik ini, misalnya, harga unit price asli kain yang dikirim US$7,22 per kg.
Pihak eksportir China akan menuliskan Form E sebesar US$1,85 per kg atau jauh di bawah harga asli kain tersebut. Sementara itu, pihak importir Indonesia akan menuliskan faktur palsu dengan harga sesuai Form E yang ditulis oleh eksportir China.
Adapun, kekurangan bayar sebesar US$5,37 per kg dikalikan total volume impor akan dibayarkan oleh pihak importir melalui money changer. Dengan membayar melalui money changer, pihak importir tidak perlu mencantumkan dokumen pembelian apapun.
Praktik ilegal ini, kata sumber Bisnis.com, dilakukan terhadap 7 jenis barang TPT dengan nomor HS a.l. HS 52093200, HS 52094300, HS 54076190, HS 54078300, HS 55151200, HS 59070090, HS 60063490.
Faktor lain yang turut berperan adalah ketidakharmonisan struktur bea masuk dari impor TPT dari hulu ke hilir. Alhasil, impor ditengarai makin tidak terkendali, terutama pada produk kain mentah, kain jadi dan garmen yang bea masuk dikenakan hanya 0 persen—5 persen.
Sementara itu, impor serat dan benang dikenakan bea masuk rata-rata mulai dari 5 persen—21,1 persen lantaran industri hulu TPT meminta kebijakan antidumping pada tahun ini.