Sampah Datang Bersama Maraknya Kapal Wisata
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat Agustinus Rinus mengatakan kapal-kapal wisata tidak jarang membuang sampah langsung ke laut. “Mereka tidak membawanya pulang untuk ditampung di Labuan Bajo.”
Sementara di darat, Agustinus mengakui, manajemen pengelolaan sampah di Labuan Bajo belum disiplin. Padahal, sarana dan prasarana telah dibangun. Dia menyebutkan saat ini terdapat pusat daur ulang sampah dengan kapasitas 5 ton.
Terdapat pula tempat pembuangan akhir (TPA) sanitari di pinggir kota, sekitar 20 km dari pusat kota, dengan luas lima hektare. Keduanya dibangun oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selain itu, ada lagi TPA pendamping dengan daya tampung 1,8 ton.
Idealnya, sampah dari kapal wisata masuk ke dermaga Labuan Bajo. Bersama sampah rumah tangga, limbah itu diangkut oleh mobil sampah ke pusat daur ulang. Dari pusat daur ulang, residu–dengan asumsi 30% dari volume sampah–dibuang ke TPA sanitari dan pendamping.
“Konsepnya, seluruh sampah atau paling tidak 70%-nya selesai di dalam kota. Sayangnya, skema itu tidak berjalan optimal,” ungkapnya.
Sejauh ini, Agustinus mengatakan bahwa baru TPA pendamping yang digunakan.
Manajemen sampahnya pun sekadar diangkut, dibuang ke TPA, dan dibakar. Kapasitas TPA pendamping yang tidak sanggup menampung seluruh limbah membuat sampah tercecer di sudut-sudut kota. Keterbatasan personel, tong sampah yang minim, dan pola pikir masyarakat yang membuang sampah di sembarang tempat, membuat masalah sampah di Labuan Bajo kian runyam.
Menurut mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Manggarai Barat itu, menyelesaikan masalah sampah di Labuan Bajo tidak sederhana. Namun, Pemkab akan memulainya dengan menertibkan kapal-kapal wisata.
Dia memaparkan inspeksi mendadak telah dilakukan oleh pemda dengan memeriksa surat izin kapal, kelengkapan keselamatan pelayaran, dan persiapan tong sampah. Bahkan ke depan, Pemkab akan mewajibkan seluruh kapal wisata yang membawa penumpang ke objek-objek wisata di Manggarai Barat, membuka homebase di Labuan Bajo sebagai bagian dari upaya mengontrol sampah.
Pemkab mengestimasi ada sekitar 350 unit-400 unit kapal wisata yang mengangkut wisatawan ke Taman Nasional Komodo (TNK). Banyak di antaranya yang memiliki homebase di Bali dan Jakarta. “[Sebanyak] 59% kapal masuk ke TNK langsung dari Lombok. Mereka tidak ke Labuan Bajo dulu,” kata Agustinus.
Selain kehilangan potensi pendapatan asli daerah dan penerimaan negara bukan pajak, Pemkab tidak dapat mengontrol ke mana limbah kapal dibuang.
Dengan mewajibkan kapal wisata mendirikan homebase di Labuan Bajo, setiap kapal mau tidak mau harus membuang sampah di Labuan Bajo.
Seluruh izin kapal, termasuk surat persetujuan berlayar, baru dinyatakan clear jika dilengkapi dengan bukti kapal telah membawa sampahnya pulang ke pelabuhan.