Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekspor Nikel Dilarang, Kementerian ESDM Yakin Dampak Negatif Tak Signifikan

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjamin pelarangan ekspor bijih nikel kadar rendah tak akan berdampak besar pada defisit neraca perdagangan Indonesia.  
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjamin pelarangan ekspor bijih nikel kadar rendah tak akan berdampak besar pada defisit neraca perdagangan Indonesia.  

Kasubdit Pengawasan Usaha Eksplorasi Mineral pada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Andri Budhiman Firmanto mengatakan nilai ekspor bijih nikel kadar rendah tersebut sekitar US$350 juta. 

"Pastinya ada dampak, tetapi tidak sebanding dengan manfaat yang akan diperoleh ke depan. Momentum itu tidak akan pernah balik dua kali. Ketika momentum tepat, pemerintah harus antisipasi," ujarnya, Rabu (2/10/2019). 

Menurutnya akan sangat disayangkan apabila bijih kadar rendah masih dilakukan ekspor dan industri kendaraan listrik sudah berdiri di China.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad berpendapat kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel pada awal tahun depan akan berdampak langsung pada nilai ekspor Indonesia. 

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, ekspor bijih nikel pada semester I/2019 senilai US$362,3 juta, menurun apabila dibandingkan dari periode yang sama tahun 2018 yang senilai US$462,6 juta. 

Sepanjang tahun lalu, ekspor bijih nikel Indonesia mencapai US$790,5 juta, naik sedikit dari 2017 yang senilai US$646,7 juta. 

"Pencatatan BPS akan berbeda dengan negara yang biasa impor nikel kita, seperti China, Jepang, dan Korea. Implikasinya apa? Dengan pelarangan ekspor ini, akan menimbulkan persoalan defisit neraca perdagangan. Apakah sebanding dengan nilai tambah yang dihasilkan dengan defisit sebanding atau tidak?" tuturnya.

Dia menambahkan, konsekuensi lain, ada gugatan dari Uni Eropa yang dirugikan karena kebijakan ini karena pasokan akan berkurang dan harga jadi melambung. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Yanita Petriella
Editor : Lucky Leonard
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper