Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah daerah (pemda) belum memanfaatkan secara maksimal ruang penarikan pinjaman daerah yang diberikan oleh pemerintah.
Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 106/2018, pemerintah memberikan batas maksimal kumulatif pinjaman daerah sebesar 0,3% dari PDB. Batasan ini juga berlaku pada tahun-tahun anggaran sebelumnya.
Data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa penerimaan pinjaman daerah secara nasional pada 2017 mencapai Rp7,4 triliun.
Penarikan pinjaman daerah meningkat menjadi Rp12,2 triliun pada 2018. Namun, pinjaman daerah kembali menurun pada 2019 menjadi Rp9,38 triliun.
Dalam aspek pembiayaan anggaran daerah, pemda cenderung lebih memanfaatkan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) sebagai penerimaan pembiayaan.
DJPK mencatat penerimaan pembiayaan melalui SiLPA pada 2017 mencapai Rp55,6 triliun dan meningkat menjadi Rp58,2 triliun pada 2018.
Padahal, PP No. 56/2018 tentang Pinjaman Daerah sudah mengamanatkan bahwa pinjaman daerah bermanfaat untuk membiayai infrasruktur, investasi prasarana, hingga sarana daerah dalam rangka pelayanan publik.
Terkait dengan permasalahan ini, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengungkapkan bahwa masih banyak daerah yang masih menggunakan pola pikir konvensional dalam mengelola anggaran.
"Oleh karena itu kita selalu memberikan tambahan insight supaya mereka berpikirnya lebih inovatif," ujar Prima singkat, Kamis (3/10/2019).
Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah Kementerian Koordinator Perekonomian Bobby Hamzar Rafinus mengungkapkan bahwa sebelum melakukan penarikan pinjaman daerah, maka pemda perlu melakukan persiapan. Tahap persiapan ini lah yang belum banyak dilakukan oleh pemda.
"Tentu juga yang penting adalah feasibility study dari proyek yang dibiayai ini memerlukan kemampuan yang tidak sederhana," ujar Bobby, Kamis (3/10/2019).
Oleh karena itu, Bobby menilai hal ini lebih didorong oleh faktor kehati-hatian pemda sebelum menarik utang. Bobby juga mencatat bahwa kinerja pendapatan asli daerah (PAD) masih belum stabil sehingga pemda masih enggan mengambil risiko untuk menarik pinjaman daerah.
Hal ini pun pada akhirnya menyebabkan SiLPA sebagai instrumen pembiayaan anggaran menjadi lebih populer digunakan ketimbang pinjaman daerah.
"Jadi ya memang harus ada edukasi kepada pemda itu bagaimana caranya me-manage utang dengan aman," kata Bobby.