Bisnis.com, JAKARTA — Kebakaran hutan dan lahan serta kabut asap yang terjadi di daerah sentra produksi sawit dalam sebulan terakhir dinilai tak akan berpengaruh signifikan pada produktivitas dalam waktu dekat.
Kendati demikian, dampak dari peristiwa ini tetap akan terlihat setidaknya pada 6 bulan mendatang. Sebagai tanaman C4, sawit masuk dalam kategori vegetasi yang memerlukan intensitas cahaya tinggi untuk menunjang produksinya.
Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit (Apkasindo) Gulat Medali Emas Manurung menyebutkan kehadiran asap secara kontinyu secara natural akan membuat produksi tandan buah segar semakin sedikit.
"Adanya asap akan menjadi penghalang cahaya bagi sawit. Artinya, tanaman tidak bisa menerima cahaya secara penuh. Padahal, sawit adalah tanaman C4 yang memerlukan cahaya tinggi. Keberadaan asap ini mengganggu laju fotosintesis yang diperlukan untuk menghasilkan buah sawit," papar Gulat kepada Bisnis, Selasa (1/10/2019).
Meski demikian, Gulat menyebutkan dampak pada produksi ini tidak akan signifikan karena gangguan terjadi kurang lebih selama sebulan. Jika kabut asap berlangsung selama September, ia memperkirakan dampaknya akan terlihat pada April mendatang dengan kondisi buah yang lebih sedikit lantaran bunga betina sawit tidak bisa tumbuh maksimal.
"Bunga betina ini memerlukan energi yang besar. Kalau ada gangguan fisik, dampaknya pada jumlah bunga jantan yang lebih banyak. Tapi karena masa gangguan kabut asap terjadi sebulan, saya kira tidak akan berdampak signifikan," sambungnya.
Hal senada pun dikemukakan Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) bidang Urusan Perdagangan dan Keberlanjutan Togar Sitanggang. Ia menyebutkan produksi sawit selama September–Oktober tidak akan banyak terpengaruh lantaran bertepatan dengan masa panen dengan intensitas tinggi.
"Ini adalah bulan-bulan puncak panen ketika produksi buahnya lebih banyak dibandingkan bulan-bulan lain. Lagi pula tutupan kabut asap karena karhutla tahun ini tidak separah pada 2015," kata Togar.