Bisnis.com, JAKARTA -- Perubahan Undang-undang No. 1/2019 tentang Penerbangan dinilai bisa menjadi solusi instan bagi berbagai masalah sektor penerbangan di Indonesia.
Direktur Angkutan Udara Ditjen Perhubungan Udara Kemenhub Maria Kristi Endah menyatakan bahwa upaya untuk perbaikan sektor penerbangan nasional sangat kompleks.
"[Upaya perbaikan] dalam waktu singkat menurut saya pribadi adalah ganti undang-undang [Penerbangan]," katanya dalam Diskusi Panel bertema Polemics and Prospects of the Aviation Industry: Airfares, Competition, and Efficiency yang digelar Bisnis Indonesia di salah satu hotel Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Dia menambahkan regulasi yang berlaku saat ini memiliki tujuan tertentu pada saat dibuat. Contohnya, terkait dengan kepemilikan lima unit pesawat sendiri dan lima unit pesawat sewa.
Sebelum UU Penerbangan dibuat yakni pada 2008, dia menyatakan banyak maskapai nasional yang gulung tikar akibat manajemen buruk. Total terdapat delapan maskapai berjadwal dan lebih banyak jumlah maskapai tidak berjadwal bernasib serupa.
Kristi menuturkan pertimbangannya adalah untuk melindungi konsumen apabila maskapai mengalami kebangkrutan. Adanya pesawat yang cukup bisa memudahkan maskapai dalam mengatur rotasi pesawat.
Baca Juga
"Dulu waktu Batavia Air, sore diumumkan colaps, besok pagi pada kebingungan untuk mengalihkan penerbangan. Waktu itu belum ada media sosial jadi kelihatan aman-aman saja," ujarnya.
Tujuan serupa juga dimaksudkan untuk aturan kepemilikan saham dalam negeri mayoritas. Apabila pemodal sebagian besar adalah pihak asing, jika terjadi hal yang tidak diinginkan, maka pemerintah akan kesulitan untuk meminta pertanggungjawaban.