Bisnis.com, JAKARTA -- Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia – Uni Eropa (Indonesia European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement/Indonesia EU CEPA) untuk meningkatkan kemampuan penetrasi tekstil produk tekstil Indonesia agar tak kalah saing dengan produk tekstil Vietnam.
Perundingan Indonesia EU CEPA yang dimulai pertama kali pada 2016 saat ini sudah memasuki putaran ke delapan. Indonesia EU CEPA diproyeksi akan mendorong pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) Indonesia sampai dengan 0,5% per tahun dan meningkatkan nilai ekspor sampai dengan US$1,1 miliar atau tumbuh 5,4% per tahun.
Ketua Umum API Ade Sudrajat menyebut, Indonesia EU CEPA harus segera diselesaikan lantaran Vietnam EU CEPA sudah diteken dan efektif berlaku mulai 1 Januari 2020. Pemberlakuan Vietenam EU CEPA membuat sejumlah produk termasuk diantaranya adalah produk tekstil dibebaskan dari bea masuk.
Hal tersebut tentunya perlu diwaspadai oleh Indonesia yang juga mengekspor produk tekstil ke negara-negara UE. Adapun saat ini produk tekstil yang diekspor ke negara-negara UE dikenakan bea masuk sebesar 11,2-31%. Dengan adanya bea masuk tersebut tentunya daya saing produk tekstil Indonesia akan kalah dengan produk tekstil Vietnam.
Negara – negara UE merupakan salah satu tujuan ekspor utama produk tekstil Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), salah satu negara anggota UE, yakni Jerman menjadi negara tujuan ekspor terbesar ketiga produk tekstil Indonesia berupa pakaian jadi atau konveksi dengan nilai US$372,48 juta pada 2018.
Adapun di urutan pertama dan kedua ditempati oleh AS dan Jepang dengan nilai masing-masing US$3,78 miliar dan US$740,9 juta.
“Penyelesaian Indonesia EU CEPA mohon dipercepat, karena itu akan berdampak luas terhadap rencana ekspor kita yang ekspansif. Vietnam dengan Vietnam EU CEPA-nya sudah siap awal tahun depan. Vietnam adalah negara pesaing kuat Indonesia untuk saat ini,” kata Ade, Kamis (19/9/2019).
Berdasarkan data API, nilai ekspor produk tekstil Vietnam secara keseluruhan sudah mencapai US$37,12 miliar. Adapun, keseluruhan nilai ekspor produk tekstil Indonesia masih jauh dibawah capaian Vietnam hanya sebesar US$13,22 miliar.
“Kita jangan sampai tertinggal dengan Vietnam yang pertumbuhan ekspornya sudah mencapai dua digit,” tegas Ade.
Ade berharap, pemberlakuan Indonesia EU CEPA bisa menggenjot ekspor produk tekstil Indonesia hingga mampu mencatatkan pertumbuhan nilai ekspor lebih dari 10%. Saat ini, tercatat pertumbuhan nilai ekspor produk tekstil Indonesia tak lebih dari 7%.
Selain Indonesia EU CEPA Ade menyebut, dibutuhkan pula berbagai kajian mengenai perjanjian perdagangan baik bilateral maupun multilateral yang memungkinkan Indonesia menjadi multi market sourcing platform atau pasar dari banyak negara. Dia berharap Indonesia bisa mengkaji sejumlah negara di Asia sebagai mitra dagang penting dan melihat celah dimana Indonesia bisa meningkatkan hubungan dagang dengan negara-negara tersebut baik secara bilateral maupun multilateral.
“Negara-negara lain juga sangat progresif melakukan kerjasama perdagangan dengan negara lain, itu untuk jangka panjang ekspor kita terutama produk tekstil yang menjadi unggulan dan berhasil menyerap tenaga kerja mencapai 2 juta tenaga kerja ini,” ungkapnya.
Sementara itu, sebagai salah satu upaya menggenjot ekspor produk tekstil dari Tanah Air secara khusus API mengundang 30 pemilik merek fesyen global untuk hadir ke Indonesia dan melihat langsung kemampuan industri tekstil Indonesia mulai dari hulu hingga ke hilir. Adapun upaya tersebut merupakan salah satu cara untuk memaksimalkan, yakni Trade Expo Indonesia (TEI) ke-34.
TEI ke-34 merupakan pameran perdagangan terbesar se-Indonesia yang akan diselenggarakan pada 16-20 Oktober 2019 oleh Kementerian Perdagangan.
Wakil Ketua Umum API Bidang Perdagangan Luar Negeri Anne Patricia Susanto menjelaskan, API akan memfasilitasi 30 pemilik merek fesyen global untuk mengunjungi 11 pabrik tekstil yang berada di empat provinsi, yakni Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten pada 13-18 Oktober 2019. Selain itu mereka juga akan dibawa ke Yogyakarta berwisata.
“Ini adalah langkah kami memaksimalkan TEI ke-34. Kami menggelar Trade Expo Indonesia Textile Showcase and Summit (TEITSS) atau Buyer Trade Mission 2019 beriringan dengan TEI ke-34 agar pemilikimerek fesyen global memahami seperti apa industri tekstil Indonesia, kontribusinya seberapa besar terhadap masyarakat, mereka nanti bisa bertanya langsung tentang industri tekstil,” kata Anne di Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Anne menambahkan, ke-30 pemilik merek fesyen global itu juga akan dipertemukan oleh perwakilan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah untuk mempelajari lebih lanjut mengenai visi perekonomian dan regulasi yang berlaku di Indonesia.
“Agar mereka yakin dan berkeinginan menanamkan modalnya di Indonesia,” tegasnya.