Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Inaplas : Dampak Penyerangan Kilang Arab Saudi ke Indonesia Besar

Penyerangan kilang minyak di Arab Saudi berdampak signifikan terhadap pasokan nafta ke Indonesia.
Asap terlihat dari kebakaran yang terjadi di pabrik Saudi Aramco di Abqaiq, Arab Saudi, Sabtu (14/9/2019)./Reuters
Asap terlihat dari kebakaran yang terjadi di pabrik Saudi Aramco di Abqaiq, Arab Saudi, Sabtu (14/9/2019)./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA – Penyerangan kilang minyak di Arab Saudi berdampak signifikan terhadap pasokan nafta ke Indonesia.

Asosiasi Industri Aromatik, Olefin, dan Plastik Indonesia (Inaplas) menyatakan penyerangan tersebut tidak akan mengubah target serapan nafta di dalam negeri, tetapi harga nafta global akan terdampak signifikan.

Sekretaris Jenderal Inaplas Fajar Budiyono mengatakan 80% pasokan nafta ke industri plastik lokal berasal dari Arab Saudi. Adapun, Saudi Aramco merupakan salah satu produsen nafta terbesar di Arab Saudi. Menurutnya, hal tersebut akan membuat harga nafta di pasar global melonjak,

“[Serapan nafta di] Asia yang paling besar di China. Dia tidak mau kekurangan pasokan, akhirnya [negara-negara di Asia] rebutan, akhirnya harga naik. Otomatis Indonesia akan kena imbasnya. Secara kuantitas tidak ada perubahan target serapan, tapi secara harga akan koreksi besar-besaran,” katanya kepada Bisnis, Rabu (18/9/2019).

Fajar mengatakan industri penyerap nafta di dalam negeri harus mengambil nafta di pasar global berapapun harganya. Pasalnya, pasar industri penyerap nafta akan diserbu oleh produk impor jika tidak diserap dan memproduksi barang seperti biasanya.

Fajar menilai dampak terbesar dari penyerangan kilang tersebut akan dirasakan oleh India, lalu diikuti oleh China, dan Indonesia.

Ketua Asosiasi Kimia Dasar Anorganik Michael Susanto Pardi mengatakan dampak dari serangan ke kilang minyak Arab Saudi tersebut akan dirasakan industri kimia nasional pada kuartal IV/2019. Sementara ini dampak serangan tersebut baru dirasakan pada meningkatnya tarif logistik jalur darat dan laut.

“Ke depannya akan berimbas kepada kenaikan bahan-bahan baku turunan dari minyak bumi juga,” katanya kepada Bisnis.

Wood Mackenzie menyatakan penyerangan tersebut akan memengaruhi pasokan monoethylene glycol (MEG) dan polyethylene (PE) dunia. Hal tersebut disebabkan oleh pasokan ethane hasil fasilitas cracking Saudi Arabian Oil Co. (Saudi Aramco).

“Arab Saudi memproduksi 7,8 miliar ton per tahun MEG. Adapun produksi tersebut bergantung kepada pasokan ethylene oleh Saudi Aramco yang diolah dari ethane, propane, dan nafta,” ujar Head of Polyester Wood Mackenzie Salmon Lee dalam keterangan tertulis, Rabu (18/9/2019).

Salmon berujar sebagian besar pabrikan ethane Arab Saudi seperti SABIC, Tasnee,Sipchem, Yansab, dan Saudi Kayan mengumumkan akan mengurangi produksi sekitar 30%--50%. Arab Saudi berkontribusi sebesar 10% dari pasokan polyethylene global, sedangkan 87% dari total produksinya dialokasikan untuk pasar global.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Andi M. Arief
Editor : Galih Kurniawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper