Bisnis.com, JAKARTA – Penyaluran LPG tahun 2017 dan semester I tahun 2018 yang dilakukan pada PT Pertamina (Persero) belum sepenuhnya efektif.
Dalam Ikhstisar Hasil Pemeriksaan Semester I/2019, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih menemukan empat hal yang memengaruhi tidak efektifnya penyaluran LPG. Pertama, sarana dan fasilitas existing milik PT Pertamina (Persero) belum sepenuhnya memadai untuk meng-cover kapasitas stok LPG nasional dan ketahanan stok LPG nasional harian.
Saat itu, lanjut BPK , jumlah sarana dan fasilitas storage LPG, baik di darat maupun floating storage hanya dapat meng-cover 52,37% dari kapasitas storage LPG nasional. Sedangkan perhitungan ketahanan stok harian (coverage days) LPG nasional, masih di bawah ketentuan Kementerian ESDM yaitu 11 hari.
Selain itu, pemeliharaan sarana dan fasilitas Terminal LPG Tanjung Uban belum memadai. Akibatnya, PT Pertamina (Persero) berisiko tidak dapat meng-cover ketahanan stok LPG nasional. Hal tersebut terjadi karena PT Pertamina (Persero) belum optimal dalam melakukan investasi pembangunan sarana dan fasilitas terminal LPG untuk meng-cover ketahanan stok LPG nasional.
Kedua, penerimaan LPG ke terminal LPG tidak sesuai rencana. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa terminal-terminal LPG tidak semuanya menerima LPG karena keterlambatan kedatangan kapal. Menurut BPK, kondisi tersebut dipengaruhi oleh adanya kapal yang rusak, waiting jetty, dan cuaca buruk.
“Akibatnya adalah risiko terganggunya kelancaran kegiatan penyimpanan dan penyaluran LPG oleh terminal LPG. Hal tersebut disebabkan PT Pertamina (Persero) masih tergantung dengan penerimaan dan pengiriman LPG menggunakan kapal,” tulis BPK dalam IHPS 2019 yang dikutip Bisnis.com, Selasa (17/9/2019).
Ketiga, pengalokasian LPG Public Service Obligation (PSO) pada periode tahun 2017 kepada lembaga penyalur tidak sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan pemerintah. Marketing Operation Region (MOR) II, III, IV,VI, dan VII memberikan alokasi kepada lembaga penyalur melebihi alokasi yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM, sedangkan MOR I dan V memberikan alokasi kepada lembaga penyalur lebih kecil dari yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
Hal ini kemudian berimbas pada risiko penyediaan dan penyaluran LPG tidak dapat memenuhi kebutuhan yang sebenarnya. Hal tersebut disebabkan Vice President (VP) Domestic Gas kurang optimal dalam melaksanakan kegiatan penyediaan dan pendistribusian LPG PSO melalui lembaga penyalur sesuai alokasi yang ditetapkan pemerintah.
Sedangkan yang terakhir atau keempat, target persebaran kanal distribusi LPG PSO dan non PSO masih belumterpenuhi. Distribusi LPG PSO di Pulau Jawa, Madura, dan Bali masih terdapat 33 kabupaten atau kota di 4 provinsi yang belum memenuhi target 90% satu pangkalan per kelurahan. Sementara itu, di luar Pulau Jawa, Madura, dan Bali masih terdapat 91 kabupaten/kota di 20 provinsi yang belum memenuhi target 100% satu pangkalan per kecamatan.