Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jelang Penerapan UU Jaminan Produk Halal, Antara Yakin dan Ragu

Setelah 5 tahun Undang-Undang No.33/2014 tentang Jaminan Produk Halal disahkan, semua produk yang masuk dan beredar di seluruh wilayah Indonesia wajib bersertifikasi halal, dari yang sebelumnya hanya bersifat sukarela.
Standar sertifikasi halal MUI/Istimewa
Standar sertifikasi halal MUI/Istimewa

Kewajiban yang Akan Memicu Antrean

Yuny Erwanto, Ketua Institute for Halal Industry & System Universitas Gadjah Mada (UGM), menilai bahwa apabila merujuk pada UU No.33/2014 tentang JPH dan diperkuat PP No.31/2019, BPJPH adalah lembaga yang diberi kewenangan tunggal.

Kewenangan tunggal itu dalam hal melakukan pendaftaran, menunjuk LPH sebagai auditor halal, melaporkan kepada MUI, menerbitkan sertifikat halal, mengawasi pelaksanaan produk halal, dan bahkan bisa mencabut sertifikat halal.

Oleh karena itu, lanjutnya, pelayanan pendaftaran sertifikasi halal mulai 17 Oktober 2019 hanya bisa dilakukan oleh BPJPH dan tidak ada lembaga lain yang diperbolehkan melayani proses sertifikasi halal.

Namun, dengan melihat kondisi yang ada saat ini, proses wajib sertifikasi halal per 17 Oktober 2019, berpotensi memicu antrean panjang. Ini terjadi apabila tidak segera ditemukan formula yang tepat dalam proses registrasi dan sertifikasi halal.

Pasalnya, dengan merujuk data LPPOM MUI sampai dengan 2018, ada 59.951 perusahaan yang sudah mengajukan sertifikat halal. Jumlah sertifikat halal yang dikeluarkan sampai dengan 2017 adalah 69.985 buah. Khusus pada 2017 telah dikeluarkan sertifikat halal sebanyak 17.398 buah sertifikat.

“Apabila wajib sertifikat halal sudah dilaksanakan penuh, bisa dibayangkan akan bertambah menjadi ratusan ribu atau bisa menembus jutaan apabila termasuk UMKM yang praktis wajib tersertifikasi halal juga,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata Yuny, seandainya diukur dengan kalkulasi kondisi umum saja sebagaimana yang terjadi pada 2017, maka dalam satu bulan rata rata produk yang harus disertifikasi halal sebanyak 1.449 buah.

Menurutnya, kondisi tersebut harus betul betul diperhitungkan oleh lembaga sertifikasi halal, kalau tidak ingin terjadi bottleneck dan kemacetan yang luar biasa.

“Setiap hari, praktis harus mengeluarkan sekitar 50 sertifikat. Katakanlah wajib halal dilakukan bertahap selama 5 tahun sekalipun untuk produk makanan, maka tidak akan mungkin terjadi jumlah pendaftaran sertifikasi halal yang lebih kecil dibandingkan sebelum ada UU dan PP JPH,” tegasnya.

Oleh sebab itu, pihaknya menilai bahwa BPJPH seharusnya dapat menjadikan LPH yang sudah ada atau LPPOM, segera diakui sebagai LPH. Ini ditambah dengan LPH-LPH baru yang didirikan perguruan tinggi agar menjadi lembaga pemeriksa halal sekaligus menjadi pintu pendaftaran dan registrasi halal.

“Inovasi ini harus berani dilakukan oleh BPJPH kalau ingin dunia usaha terlayani dengan baik. Ini juga sesuai dengan UU dan PP jaminan produk halal. Ini hal teknis tanpa mengurangi kewenangan dalam dua hal yaitu sertifikat halal dikeluarkan oleh BPJPH dan keputusan halal dikeluarkan oleh MUI,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper