Bisnis.com, JAKARTA – Sebagian besar rencana investasi di sektor petrokimia di Jawa Tengah dengan nilai total mencapai US$10 miliar dialihkan ke wilayah lain lantaran sejumlah isu. Dua isu utama yang mengadang adalah upah minimum regional (UMR) dan kampanye antiplastik yang masif.
Direktur Pengembangan Bisnis Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Budi Susanto Sadiman mengatakan sejak tahun lalu sejumlah investor telah bersiap menanamkan modalnya bagi pengembangan fasilitas produksi petrokimia di Jateng. Namun menurutnya, dua isu yang berkembang itu menyebabkan investor beralih ke wilayah lain.
Aliran investasi itu berasal baik dari pemilik modal dalam negeri maupun luar negeri, termasuk dari Timur Tengah, Eropa, dan China dalam bentuk konsorsium. Dia mengataan rencana itu sebenarnya menjadi kabar positif bagi iklim investasi dalam negeri dan telah didukung oleh pendanaan perbankan.
“Jawa tengah finish [rencana investasi], kami coba cari ke tempat lain,” ujarnya seusai Seminar Nasional yang diselenggarakan Bank Indonesia, bertajuk Mendorong Keterkaitan Antar Sektor Industri dan Antar Wilayah untuk Mendorong Pengembangan Otomotif, TPT dan Alas Kaki, Rabu (4/9/2019).
Menurutnya, hanya sebagian investasi, yakni sekitar US$1 miliar – US$1,5 miliar, yang akan direalisasikan di provinsi tersebut lantaran tidak memiliki opsi lahan lain seluas 500 ha.
Budi menjelaskan investor lain yang batal masuk ke Jateng lantaran menilai isu antiplastik itu bisa menjadi masalah dalam jangka panjang.
“Jadi sulit buat kami yang ingin secara nasional membangun investasi, menciptakan lapangan pekerjaan, karena ada isu plastik,” ujarnya.
Inaplas, katanya, telah memberikan klarifikasi bahwa produk plastik bukan masalah sebab memiliki solusi, yakni melalui pengolahan lebih lanjut atau recycle. Pasalnya, selain berdampak pada aliran investasi, kampanye antiplastik juga memengaruhi industri hilir, yakni produksi plastik, recycle, dan asosiasi pemulung dengan anggota yang mencapai 1 juta tenaga kerja.