Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ekonom : Asumsi Lifting Minyak Usulan Banggar Sulit Dicapai

Meski pemerintah berencana membuka sumur baru pada semester II/2019, hal ini dipandang masih belum bisa maksimal mengerek realisasi lifting migas tahun depan.
Blok Mahakam/Ilustrasi-Bisnis
Blok Mahakam/Ilustrasi-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menekankan bahwa asumsi lifting minyak yang disepakati bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI masih terlalu tinggi mengingat adanya tren penurunan lifting dari tahun ke tahun.

Meski pemerintah berencana membuka sumur baru pada semester II/2019, hal ini dipandang belum bisa maksimal untuk mengerek realisasi lifting migas tahun depan.

Harga Indonesia Crude Price (ICP) juga masih bisa berada di bawah asumsi mengingat belum finalnya keputusan OPEC terkait pemangkasan produksi minyak untuk tahun depan.

"Artinya, secara realisasi lifting ada potensi untuk meningkat, sehingga defisit [akibat perubahan asumsi] bisa sedikit ditekan," ujar Yusuf, Senin (2/9/2019).

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad memandang bahwa asumsi lifting minyak yang mencapai 755.000 barel per hari masih sulit dicapai.

Beberapa blok migas yang baru diambil alih juga baru bisa berfungsi optimal setelah 5 tahun beroperasi.

Dalam rangka mengkompensasi penurunan pendapatan akibat menurunnya harga ICP, satu-satunya jenis pendapatan yang masih digenjot oleh pemerintah adalah penerimaan perpajakan.

Hal ini mengingat jenis penerimaan lain yakni PNBP masih belum bisa diharapkan karena outlooknya pada 2019 cenderung turun pada 2019 dan dianggarkan kembali turun pada 2020.

Beberapa jenis PNBP seperti PNBP yang bersumber dari dividen BUMN masih belum dapat diharapkan karena meski meningkat pada 2019 yakni mencapai Rp79,7 triliun, PNBP dari Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) diproyeksikan turun 39,8% di angka Rp48 triliun pada RAPBN 2020.

Seperti diketahui, ICP yang awalnya dipatok di angka US$65 per barel diturunkan menjadi US$63 per barel. Adapun lifting minyak ditingkatkan dari 734.000 barel per hari menjadi 755.000 barel per hari, sesuai dengan kesepakatan dengan Komisi VII DPR RI.

Dalam Nota Keuangan RAPBN 2020 sudah ditegaskan bahwa deviasi lifting minyak sebesar 10.000 barel per hari menimbulkan deviasi sebesar Rp2,5 triliun hingga Rp3,3 triliun pada pendapatan, Rp1,1 triliun hingga Rp1,3triliun pada belanja, dan Rp1,4 triliun hingga Rp1,9 triliun pada defisit anggaran.

Lebih lanjut, setiap satu dolar perubahan asumsi ICP menimbulkan perubahan pendapatan sebesar Rp3,5 triliun hingga Rp4 triliun. Deviasi ICP juga dapat menimbulkan deviasi pada belanja dan defisit anggaran masing-masing sebesar Rp3,1 triliun hingga Rp3,8 triliun untuk belanja dan Rp300 miliar hingga Rp500 miliar untuk defisit anggaran.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhamad Wildan
Editor : Akhirul Anwar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper