Bisnis.com, JAKARTA – Revisi Peraturan Pemerintah (PP) No.81/2015 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai diharapkan rampung sebelum berakhirnya masa bakti Kabinet Kerja 2014-2019.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan Kementerian Pertanian, Dedi Junaedi mengatakan usulan perubahan tersebut telah sampai pada tahap pengiriman surat ke Mahkamah Agung untuk konsultasi. Usulan itu didukung dengan surat dari Kementerian Sekretariat Negara berisi alasan mengapa revisi pada PP tersebut diajukan.
"Ini sudah tahap mengirim surat ke MA untuk konsultasi sebelum nanti mereka memutuskan untuk revisi. Apalagi ada surat dari Mensesneg, [berisi] masukan apa saja yang perlu direvisi," katanya di Jakarta, Jumat (30/8/2019).
Aturan itu memuat perubahan sebagaimana diamanatkan dalam Keputusan Mahkamah Agung Nomor 70P/HUM/2013 yang menganulir PP No.31/2007 yang mengatur barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN).
Sejak putusan itu dikeluarkan, terjadi perubahan daftar barang kena pajak (BKP) yang sebelumnya bebas PPN menjadi kena PPN. Begitu pula sebaliknya, terutama di subsektor perkebunan.
Implikasi dari pemberlakuan regulasi perubahan ini berdampak pada barang pertanian berupa buah-buahan dan sayur-sayuran, beras, gabah, jagung, sagu dan kedelai yang masuk daftar barang tidak kena pajak.
Sementara itu, barang hasil pertanian yang mencakup produk perkebunan, tanaman hias dan obat, tanaman pangan, dan hasil hutan yang semula dibebaskan dari pajak, kini menjadi objek yang dikenai PPN.
Dedi mengatakan jika revisi ini disepakati dan disahkan di kemudian hari, sebanyak 23 komoditas perkebunan yang menjadi objek pajak dalam aturan itu nantinya akan terbebas dari pengenaan PPN 10%.