Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah bakal memiliki 95,9% dari saham PT Tuban Petrochemical Industries (TubanPetro).
Sebelumnya, pemerintah telah memiliki saham atas TubanPetro sebesar 70%.
Hal ini dilakukan dengan mengonversikan utang MYB TubanPetro yang mencapai Rp3,2 triliun menjadi tinggal Rp700 miliar yang diangsur selama 10 tahun ke depan.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata mengatakan, saat ini pemerintah sedang berproses untuk pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai konversi utang menjadi saham tersebut.
"Tadi kami laporkan bahwa proses sedang berjalan. Memang dalam prosesnya kita butuh kehati-hatian, tapi sekarang sudah selesai," ujar Isa, Kamis (22/8/2019).
Isa pun mengatakan bahwa pemerintah bakal menyelesaikan PP tersebut tahun ini karena UU No. 12/2018 tentang APBN 2019 sudah mengamanatkan konversi utang tersebut.
Sesuai dengan Pasal 33 ayat 2, pemerintah bakal melakukan penambahan penyertaan modal negara (PMN) kepada TubanPetro dalam rangka menunjang pengembangan industri petrokimia nasional.
Di lain pihak, Direktur Utama TubanPetro Sukriyanto mengatakan bahwa seluruh kementerian terkait sudah sepakat untuk menambah kepemilikan pemerintah pada TubanPetro sejak Maret 2019.
Adapun yang selama ini membuat penambahan saham pemerintah cukup lama adalah evaluasi baik dari sisi makro maupun dari sisi industri dan hal ini menurutnya memang membutuhkan waktu.
Selain itu, kementerian terkait juga perlu membubuhkan paraf atas PP tersebut sebelum presiden menandatangani PP tersebut dan diundangkan.
Dengan ini, Sukriyanto mengatakan TubanPetro bakal meningkatkan kapasitas produksinya dari polypropylene dari 240.000 menjadi 300.000.
Lebih lanjut, Sukriyanto juga mengatakan bahwa bakal ada pabrik baru yang dibangun dengan kapasitas produksi yang sama.
Ke depannya, TubanPetro dapat difungsikan untuk memproduksi bahan baku kimia dasar yakni benzene, toulene, dan xylene.
Produksi dari ketiga bahan kimia dasar tersebut diharapkan mampu menekan impor benzene, toulene, dan xylene yang 75% merupakan bahan impor.
"Kalau itu jalan, akan sangat membantu neraca dagang sehingga tidak defisit terus," ujar Sukriyanto.