Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Joko Widodo meminta agar peristiwa kebakaran hutan dan lahan pada 2015 tidak terulang lagi pada tahun ini.
Arahan tersebut disampaikan Presiden Jokowi di Istana Negara pada Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2019, Selasa (6/8/2019).
Jokowi mengingatkan karhutla pada 2015 menyebabkan kerugian negara hingga Rp221 triliun dan lahan yang terbakar mencapai 2,6 juta hektare.
“Jika dibandingkan dengan tahun 2016, jumlah hotspot karhutla tahun 2019 turun, tapi dibanding tahun 2018 angka hotspot naik. Hal ini tidak boleh terjadi. Harusnya turun tiap tahun dan tidak boleh naik,” tegas Jokowi, dikutip dari keterangan resminya, Selasa (6/8/2019).
Oleh sebab itu, Jokowi meminta semua pihak memprioritaskan patroli terpadu dan deteksi dini, penataan ekosistem gambut agar gambut tetap basah, membuat embung tahan kemarau, upaya water bombing, hingga penegakan hukum.
“Aturan main pada 2015 masih berlaku. Jadi kepada Panglima TNI dan Kapolri, saya ingatkan lagi. Copot jajarannya yang tidak bisa menangani karhutla. Semua Kapolda, Pangdam, harus bisa mengatasi masalah karhutla. Tolong pemda, gubernur, bupati, wali kota untuk di-back up, dibantu juga dengan Pemerintah Pusat. Sehingga api sekecil apa pun segera padamkan dan jangan ada kebakaran yang besar di wilayahnya,” tegas Jokowi.
Terdapat 4 atensi Presiden yang disampaikan kepada peserta rakornas karhutla 2019 di Istana Negara. Pertama, memprioritaskan pencegahan melalui patroli dan deteksi dini.
Kedua, penataan ekosistem gambut agar gambut tetap basah dan membuat embung tahan kemarau yang tidak mengering saat kemarau.
Ketiga, sesegera mungkin padamkan bila ada api dan lakukan pemadaman sebelum api menjadi besar.
Keempat, langkah penegakan hukum yang sudah baik dan terus ditingkatkan serta konsisten.
Jokowi juga meminta pada tahun ini tidak ada asap yang mengganggu negara tetangga.
“Segera tanggap untuk mencegah dan memadamkan api bila ada api. Segera selesaikan dengan upaya yang maksimal sehingga kita tidak malu dengan negara tetangga yang terkena dampak asap akibat kebakaran,” tegas Presiden.
Berdasarkan prediksi cuaca dari BMKG, puncak kemarau akan terjadi di bulan Agustus hingga September dengan kondisi lebih kering dibandingkan kemarau tahun 2018. Selain itu, berdasarkan prakiraan hujan bulanan, periode Juli-Oktober diperkirakan turunnya hujan akan rendah.
Oleh karena itu, wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami periode musim kemarau kering perlu diwaspadai terutama di bagian tengah dan selatan Sumatra, Kalimantan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi, dan bagian selatan Papua.
Data KLHK menunjukkan peningkatan intensitas karhutla terjadi di beberapa provinsi rawan seperti di Riau, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengan, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
Jumlah hotspot juga menunjukkan peningkatan sebesar 54,71 persen (732 titik) pada semester I jika dibandingkan dengan tahun lalu berdasarkan Satelit Terra Aqua Modis. Enam provinsi telah menetapkan Status Siaga Darurat yaitu Riau, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Jambi.