Bisnis.com, JAKARTA -- Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak naik peringkat dalam One Hundred Ports 2019, daftar 100 pelabuhan di dunia dengan produksi bongkar muat peti kemas terbanyak yang disusun oleh Lloyd's List.
Pelabuhan Tanjung Priok naik posisi ke-22 setelah tahun lalu berada di peringkat ke-26. Kenaikan throughput kontainer 2018 sebesar 12,7% menjadi 7,8 juta TEUs membuat pelabuhan tersibuk di Indonesia itu naik peringkat, menggusur New York yang kini merosot posisi ke-23.
Dengan demikian, dalam 3 tahun terakhir, peringkat Pelabuhan Tanjung Priok terus menanjak dari ranking ke-27.
Lloyd's List --salah satu jurnal tertua di dunia yang menyajikan berita-berita maritim sejak 1734-- mengemukakan adanya andil Terminal Kalibaru atau New Priok Container Terminal One (NPCT1) terhadap kenaikan throughput Tanjung Priok.
"NPCT1, yang kapasitasnya 1,5 juta TEUs per tahun, menangani 1 juta TEUs pada Februari 2018 dan melihat total volume 1,2 juta TEUs sepanjang tahun," demikian pernyataan Lloyd's List dalam publikasinya.
Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (Persero)/IPC Elvyn G. Masassya saat dihubungi, Rabu (31/7/2019), berharap peringkat Tanjung Priok terus meningkat dan bersaing secara internasional.
Sementara itu, Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya naik peringkat dari ke-45 menjadi ke-43, seiring dengan kenaikan arus peti kemas 8,8% menjadi 3,9 juta TEUs tahun lalu. Tanjung Perak kembali menduduki posisi itu setelah merosot dua peringkat dalam One Hundred Ports 2018.
Lloyd mencatat peningkatan arus barang domestik dan internasional mendorong kenaikan throughput.
Terminal Peti Kemas Surabaya (TPS), terminal terbesar di Tanjung Perak, menangani kontainer 1,4 juta TEUs tahun lalu atau tumbuh 11% dari 2017, didominasi oleh peti kemas internasional.
Pelindo III memiliki rencana investasi yang akan menambah kapasitas pada beberapa tahun mendatang.
"TPS akan memiliki lima ship to shore cranes baru dengan kapasitas twin-lift, 24 rubber tyred gantry cranes, dan 100 unit single chassis head truck dalam rencana investasi multiyears," sebut Lloyd.
Dermaga terminal internasional itu juga akan diperpanjang dari 1.000 m menjadi 1.350 m untuk meningkatkan kapasitas menjadi 2,2 juta TEUs.
Kendati demikian, Lloyd mencatat pengguna jasa terus mengeluh tentang keterlambatan yang menimbulkan biaya tinggi dan kekurangan kapasitas Pelabuhan Tanjung Priok di tengah pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kenaikan permintaan.
Selain itu, Lloyd menyoroti perkembangan proyek NPCT2 dan NPCT3, kelanjutan NPCT1 yang akan mengubah Tanjung Priok menjadi salah satu pelabuhan terkemuka di dunia dan hub transshipment potensial.
Keraguan muncul setelah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan yang menyatakan konstruksi NPCT1 gagal dan menimbulkan kerugian negara Rp1,4 triliun. 'Ketidakberesan' konstruksi bakal membatasi umur pemakaian hanya 20-25 tahun.
"Ini menimbulkan keraguan pada masa depan ekspansi NPCT2 dan NPCT3 dan apakah keduanya akan mendapatkan dukungan pemerintah," kata Lloyd.
Mengenai keluhan pengguna jasa atas keterlambatan di Tanjung Priok, Elvyn menjelaskan IPC sudah membangun marine operation system (MOS) dan vessel traffic system (VTS) di sisi laut untuk mereduksi antrean kapal.
Di sisi terminal, IPC telah membangun terminal operation system (TOS) untuk mempercepat pelayanan. "Dari sisi kapasitas, saat ini Priok mampu melayani 11,5 juta TEUs. Itu berarti masih ada room untuk melayani peti kemas yang tahun ini kami perkirakan ada di kisaran 7,9 juta atau 8 juta TEUs," jelas Elvyn.
Adapun terminal NPCT2 dan NPCT3, lanjut dia, saat ini dalam tahap pembangunan dan tengah berjalan. "Terkait audit BPK, tentu rekomendasinya akan dijalankan untuk aspek governance-nya," kata Elvyn.