Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tren Dunia Berubah, Ekspor Kulit Jadi Tersendat

Performa ekspor kulit jadi lokal pada akhir tahun ini diproyeksikan akan stagnan dari realisasi tahun lalu.
Usaha penyamakan kulit./Ilustrasi
Usaha penyamakan kulit./Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA –  Performa ekspor kulit jadi lokal pada akhir tahun ini diproyeksikan akan stagnan dari realisasi tahun lalu.

Hal tersebut disebabkan oleh perubahan gaya busana konsumen global yang lebih memilih menggunakan bahan sintetis daripada kulit.

Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia (APKI) menyatakan tidak ada pertumbuhan signifikan hingga semester I/2019. Asosiasi memproyeksikan pertumbuhan ekspor pada akhir tahun ini setidaknya akan sama dengan tahun lalu yakni senilai US$83,3 juta.

Vice Secretary Genreal APKI Arifin Kustiawan mengatakan dari berbagai pameran di level internasional, penggunaan kulit sebagai bahan baku alas kaki mulai tergeser oleh material non-kulit. Arifin menduga pergeseran tersebut terjadi karena harga material non-lulit yang lebih kompetitif dan leih mudah didapatkan.

“Harga material sintetis jauh lebih terjangkau. Harga sepatunya pun jauh lebih terjangkau dari sepatu kulit. Dari sisi gaya bisa berkembang lebih cepat,” ujarnya kepada Bisnis, Minggu (21/7/2019).

Arifin mengatakan orientasi industri penyamakan kulit di dalam negeri memang berorientasi ekspor. Alhasil, pergeseran busana dan penggunaan bahan baku kulit sangat berdampak kepada industri kulit nasional.

Di sisi lain, Asosiasi Persepatuan Indonesia (Asprisindo) sebelumnya menyatakan sebagian besar produsen sepatu kulit lokal masih bergantung kepada kulit jadi impor. Asosiasi menilai hal tersebut disebabkan oleh kualitas produk industri penyamakan kulit domestik yang tidak stabil.

Menanggapi hal tersebut, Arifin mengatakan, faktor utama yang membuat industri alas kaki tidak menyerap kulit jadi lokal bukan karena kualitas yang rendah melainkan harga yang tinggi.

Arifin memaparkan, tingginya harga kulit jadi di dalam negeri disebabkan oleh harga bahan baku yang sudah tinggi yakni sapi varian Jawa Putih. Walaupun mahal, ujarnya, kulit jadi hasil sapi Jawa Putih memang memiliki kualitas nomor satu di dunia.

“Ini terkait daya beli. Biaya proses tinggi, dijualnya harus pada harga sekian yang tidak terjangkau pengguna kulit jadi di lokal. Ini murni bisnis. Belum bisa sinergi antara indutri penyamakan kulir dan pengguna kulit jadi.”

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat total pelaku industri penyamakan kulit mencapai 272 unit industri dengan tingkat utilisasi pabrik sekitar 20%-25%.

Jika diuraikan, kapasitas produksi industri penyamakan kulit besar sejumlah 25 juta kaki per segi (SQFT) dengan kapasitas terpasang 140 juta SQFT. Adapun, kapasitas industri penyamakan kulit kecil adalah 20 juta SQFT dengan kapasitas terpasang 100 juta SQFT.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Andi M. Arief
Editor : Galih Kurniawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper