Bisnis.com, JAKARTA—Saran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral kepada badan usaha untuk menyerap pasokan solar milik PT Pertamina (Persero) merupakan upaya untuk menyelamatkan neraca migas.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan pemerintah kian selektif dalam memberikan izin impor migas didorong kondisi makro ekonomi. Menurutnya, neraca perdagangan menjadi isu sentral.
"Karena lubang besarnya ada di neraca migas, makanya sektor ini jadi sorotan. Kalau migasnya baik-baik saja, maka nonmigasnya yang jadi sorotan," tuturnya kepada Bisnis.com, Rabu (17/7/2019).
Hanya saja, lanjut Komaidi, langkah pemerintah untuk menyarankan badan usaha menyerap solar Pertamina tidak akan diwujudkan dalam bentuk regulasi. Pasalnya, hal ini hanyalah upaya untuk menjaga neraca perdagangan nasional.
Menurutnya, wajar pemerintah menyarankan badan usaha menyerap produk yang tersedia di dalam negeri. Namun, prosesnya harus tetap dilakukan secara business to business (b to b).
"Ini bentuknya responsif sehingga tidak akan berbentuk kebijakan. Kebijakan kan jangka panjang," tambahnya.
Baca Juga
Pelaksana Tugas Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan kalau Pertamina kelebihan pasokan solar, badan usaha dapat melakukan pembelian secara b to b kepada Pertamina. Menurutnya, selama ini pasokan solar Pertamina berjenis cetane number 48 sehingga badan usaha lain dapat memanfaatkan pasokan dalam negeri.
“Kalau jual, yang jenisnya sama. Kalau beda, tidak bisa lah. Selama Pertamina punya, ya beli dari Pertamina, lebih bagus begitu,” katanya.
Sementara itu, salah satu badan usaha yang mendapatkan rekomendasi izin impor adalah PT Exxonmobil Lubricants Indonesia. Adapun rekomendasi izin impor BBM yang digunakan untuk periode 2019 ini merupakan pembaruan dari rekomendasi pada 15 Januari 2019.
Dalam rekomendasi impor 15 Januari 2019, Exxonmobil mendapatkan hak impor minyak solar (automotive diesel oil) sebanyak 226.100 kiloliter (KL), sementara dalam rekomendasi terbaru, Exxonmobil mendapatkan 800.320 KL.
Terpisah, badan usaha lainnya, PT Shell Indonesia enggan berkomentar terkait kesulitan impor BBM. Vice President dan Corporate Affair PT Shell Indonesia Rhea Sianipar tidak menyangkal atau membenarkan adanya kesulitan impor BBM.
“Terkait kebutuhan produk, fokus Shell untuk mencari pilihan pasokan bahan bakar yang memenuhi standar dan kualitas dari Shell dan tentunya berdaya saing komersial,” katanya.