Bisnis.com, DENPASAR — Seiring dengan terus meningkatnya konsumsi listrik di Bali, proyek Jawa Bali Connection kemungkinan bakal dilanjutkan. Proyek tersebut akan memperkuat pasokan dan kualitas listrik di Bali lewat koneksi antara Pulau Dewata dengan Pulau Jawa.
Proyek ini sebenarnya sempat diumumkan beberapa tahun lalu dengan nama Jawa Bali Crossing (JBC). Namun, ada beberapa kendala termasuk penolakan dari masyarakat Bali.
Penolakan didasari alasan tower yang menyambungkan kabel listrik antara Jawa dan Bali dianggap terlalu dekat dengan Pura Segara Rupek sehingga bisa mengotori kesucian pura. Ada juga kepercayaan sebagian orang Bali yang menganggap bahwa Jawa dan Bali awalnya satu dan dipisahkan, sehingga tidak boleh disatukan lagi.
GM PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Bali Nyoman S. Astawa mengatakan pihaknya sedang mendesain ulang proyek itu. Menurutnya, direksi PLN sudah bertemu dengan Gubernur Bali I Wayan Koster pada pekan lalu. PLN pun sudah mendapat persetujuan prinsip dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali.
“Kami berharap studinya bisa dilanjutkan dan proyek dilelang tahun depan. Sehingga, operasional bisa dilaksanakan pada 2024,” papar Astawa di Denpasar, Rabu (26/6/2019).
Namun, dia menuturkan nilai investasinya masih belum bisa disampaikan karena masih pada tahap studi awal. Adapun desain diharapkan bisa rampung pada pertengahan 2020. Meski demikian, Astawa menyatakan bisa saja nilai investasinya lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya.
Baca Juga
Sebelum mendapat penolakan dari masyarakat, proyek Jawa Bali Crossing rencananya didanai oleh Asian Development Bank (ADB) dan KFW, bank asal Jerman.
Terkait perubahan desain, Astawa mengungkapkan ada beberapa alternatif, seperti membangun tower di tengah laut, menempatkan tower di dekat Gilimanuk, serta menggunakan kabel bawah laut.
Saat ini, daya mampu netto Bali adalah 1.274 MW dan rata-rata bebannya sekitar 870,1 MW. Per Mei 2019, terdapat lebih dari 1,42 juta pelanggan di Bali.
Hingga Mei 2019, pertumbuhan listrik di Bali menyentuh 7,89 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Tahun ini, pertumbuhan konsumsi listrik di provinsi itu diproyeksi mencapai 6 persen.
“Prediksi kami, beban puncak mencapai 932 MW pada tahun ini,” tambah Astawa.