Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Produsen Alumunium Extrusi, Alumunium Plate, Sheet & Foil (Apralex Sh&F) menyatakan berkomitmen untuk melakukan penyesuaian struktural seperti penambahan kapasitas produksi dan perluasan akses pasar domestik yang wajib dilaksanakan apabila rekomendasi bea masuk antidumping (BMAD) diterapkan.
Sebelumnya, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) tlah merekomendasikan untuk mengenakan BMAD terhadap produk impor alumunium foil kepada Kementerian Perdagangan pada awal tahun ini. KPPI merekomendasikan untuk mengenakan BMAD kepada produk impor alumunium foil dari Korea Selatan dan China sebesar 22% pada tahun pertama, lalu 18% dan 14% pada tahun kedua dan ketiga.
Pengenaan BMAD tersebut dilakukan mengingat KPPI menemukan adanya lonjakan impor alumunium foil dari China sebesar 92,4% secara tahunan. Alhasil, pangsa pasar industri nasional tergerus 18,7%dalam periode 2015—2017.
Ketua Apralex Sh&F, Abubakar Subiantoro mengatakan industri di dalam negeri siap menerapkan tingkat harga yang kompetitif dan wajar sesuai dengan standar harga internasional yang berlaku secara umum dan tidak akan menaikkan tingkat harga jual secara sepihak apabila BMAD diberlakukan.
“Kondisi industri dalam negeri saat ini kritis karena mengalami kerugian serius sebagai akibat dari adanya lonjakan barang impor. Bahkan, beberapa produsen yang mewakili industri dalam negeri terancam berhenti berproduksi apabila impor dengan harga yang sangat murah terus menerus meningkat dan tidak dapat dibendung,” paparnya kepada Bisnis, Kamis (9/5/2019).
Abubakar menambahkan ada beberapa faktor yang membuat harga alumunium foil impor lebih murah. Menurutnya, pemerintah Cina memberikan beberapa insentif kepada produsen elumunium foil asal negeri tirai bambu seperti rabat ekspor dan berbagai kebijakan maupun fasilitas pembiayaan bagi pelaku usaha.
Maka dari itu, menurutnya, harga produk alumunium foil impor lebih murah sekitar 20%--30% dari harga alumunium foil lokal. Abubakar menyampaikan dibanjirinya pasar alumunium foil nasional oleh produk China juga disebabkan oleh pemberlakuan BMAD dari negara-negara ekspor China dengan alasan yang serupa.
Amerika Serikat secara gabungan mengenai bea masuk terhadap alumunium foil dari China sekitar 84,94%--106,09%, Uni Eropa sebesar 6,4%--30%, India sebesar US$06 per metrik ton (MT—US$1,63/MT), dan Turki sebesar 22%.
Dalam penyelidikan, KPPI mendapatkan beberapa penolakan terhadap penerapan BMAD alumunium foil dari pelaku usaha maupun asosiasi industri.
Sebelumnya, Asosiasi Industri Kemasan Fleksibel (Rotokemas) menyatakan menolak pengenaan bea masuk antidumping (BAMD) terhadap barang alumunium foil. Asosiasi menilai hal tersebut dapat membuat produk kemasan lokal akan kalah bersaing dengan produk kemasan impor.
Anggota Senior Rotokemas Purnomo Wijaya mengatakan jika BAMD tersebut dikabulkan, biaya produksi kemasan domestik akan meningkat. Pada akhirnya, lanjutnya, harga kemasan produksi lokal akan kalah bersaing dengan kemasan impor.
“Kedua, fasilitas [produksi] alumunium foil mereka kan relatif kecil. Waktu supply kami membutuhkan waktu yang panjang, kalau dengan impor kan, jadi lebih pendek,” ujarnya kepada Bisnis.