Bisnis.com, JAKARTA—Industri pengolahan nonmigas mengalami pertumbuhan sepanjang kuartal I/2019. Kendati demikian, pertumbuhan yang terjadi melambat jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin (6/5/2019), laju pertumbuhan lapangan usaha industri non migas sebesar 4,80% secara tahunan pada 3 bulan pertama 2019. Angka pertumbuhan ini lebih kecil dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5,08%.
Mohammad Faisal, Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, mengatakan secara umum yang mendorong perlambatan di sektor manufaktur tersebut adalah faktor eksternal, yaitu permintaan produk industri pengolahan dari pasar global yang mengalami penurunan.
“[Permintaan] dalam negeri relatif lebih kuat, tetapi yang dari luar terus melambat,” ujarnya.
Permintaan pasar global terhadap produk manufaktur Indonesia selama kuartal I tahun ini tercatat senilai US$29,92 miliar atau turun 6,61% secara tahunan. Sementara itu, ekspor non migas secara keseluruhan juga terkontraksi dari US$40,22 miliar menjadi US$37,07 miliar atau turun 7,83%.
Di sisi lain, impor non migas turut mengalami penurunan dengan laju yang lebih lambat dari penurunan ekspor, yaitu turun 3,50% dari US$37,23 miliar menjadi US$35,92 miliar.
Apabila dirinci, seluruh sektor utama industri pengolahan non migas mengalami pertumbuhan sepanjang kuartal I/2019. Tercatat hanya industri makanan dan minuman serta industri logam dasar yang mengalami perlambatan pertumbuhan.
Faisal menilai perlambatan yang terjadi di industri mamin ada pengaruh dari industri crude palm oil (CPO) yang mengalami kampanye negatif dari Uni Eropa. Namun, kemungkinan ada komponen lain dari industri mamin yang juga mempengaruhi perlambatan secara keseluruhan.
“Saya pikir CPO melambat terus, tetapi kalau yang lain kuat semestinya pertumbuhan tidak hanya di angka 6,77%. Kemungkinan ada industri lain di mamin yang menyebabkan perlambatan,” ujarnya.
Industri mamin merupakan sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan non migas. Pada 2018, industri mamin berperan menyumbang 35,46% terhadap PDB industri manufaktur.
Melihat realisasi pertumbuhan pada kuartal I/2019, Faisal memproyeksikan industri manufaktur masih bisa tumbuh walaupun tipis. Dia meyakini industri pengolahan nonmigas masih ekspansif dan tidak sampai mengalami kontraksi, hanya saja relatif melambat. Oleh karena itu, ke depan dibutuhkan perubahan kebijakan pemerintah, terutama setelah terjadi pergantian kepemimpinan pada tahun ini.
“Salah satunya industri pengolahan harus menjadi prioritas pemerintah. Tanpa ada perubahan kebijakan [terkait industri pengolahan], tren akan begini terus. Untungnya, tahun ini ketika eksternal melemah, dalam negeri masih menguat karena ada pemilu,” jelas Faisal.
Dalam rilisnya BPS menyatakan pertumbuhan industri mamin tumbuh didukung oleh peningkatan produksi crude palm oil (CPO) serta persiapan menjelang Ramadan dan Lebaran. “Industri tekstil dan pakaian jadi tumbuh didukung oleh peningkatan produksi tekstil dan pakaian jadi saat momen pemilu serta persiapan menjelang Ramadan dan Lebaran.”
Industri pengolahan tembakau mencatatkan pertumbuhan sebesar 16,10% dari penurunan 4,63%. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan permintaan dalam dan luar negeri. Adapun, industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman tumbuh signifikan sejalan dengan meningkatnya permintaan domestik untuk pemilu.