Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyiapkan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020--2024 dengan kebijakan pengembangan angkutan umum massal perkotaan.
Rencananya pemerintah segera membentuk angkutan umum massal di 6 kota metropolitan di Indonesia.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro menuturkan, dalam rancangan teknokratik tersebut, kebijakan pengembangan angkutan umum massal perkotaan Indonesia meliputi angkutan berbasis jalan dan rel, penerapan transit oriented development (TOD).
Selain itu, pengembangan skema dukungan pemerintah pusat bagi pemerintah daerah untuk penyediaan angkutan umum massal perkotaan, serta pengembangan kelembagaan badan atau otoritas transportasi perkotaan.
Dia menyebutkan, di kota-kota besar Indonesia, persentase penggunaan angkutan umum masih rendah berkisar 5%--25%, sedangkan di Hong Kong 90%, Seoul 70% dan Tokyo 50%.
Dalam Rancangan Teknokratik RPJMN 2020-2024, indikasi kebutuhan pembiayaan pengembangan sistem angkutan umum massal berbasis rel di enam kota metropolitan, yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Semarang dan Makassar adalah sekitar Rp180 triliun.
"Strategi skema dukungan pemerintah pusat untuk pembangunan angkutan umum massal perkotaan serta kelembagaan otoritas transportasi perkotaan, merupakan prasyarat agar rencana pembangunan angkutan umum massal kita dapat diimplementasikan,” katanya, pada Workshop Skema Dukungan Pemerintah Pusat dan Kelembagaan dalam Penyediaan Angkutan Umum Massal Perkotaan, Selasa (23/4/2019).
Dia mengatakan, skema dukungan pemerintah pusat untuk penyediaan angkutan umum massal perkotaan sedang disusun. Prinsip utama kebijakan ini adalah inisiatif pembangunan angkutan umum massal berasal dari pemerintah daerah dan diimplementasikan oleh pemerintah daerah, melibatkan pihak swasta, dan pengadaannya dilaksanakan melalui sistem lelang untuk menjamin efisiensi.
Menurutnya, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam penyusunan tersebut, yakni Eligibility Criteria, seperti tipe kota dan kawasan metropolitan, komitmen fiskal dan kesesuaian dengan perencanaan kota.
Readiness Criteria, seperti urban mobility plan terintegrasi dengan rancangan tata ruang wilayah (RTRW) dan RDTR, serta Project Viability Criteria yang mencakup prastudi kelayakan dan optimalisasi pembiayaan dari badan usaha.