Bisnis.com, JAKARTA- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti persoalan makro ekonomi nasional terkait kian menipisnya investasi asing yang mengalir.
Hal tersebut, berkebalikan dengan arah kebijakan pemerintah yang disusun untuk meningkatkan iklim investasi melalui beberapa paket kebijakan.
Pada tahun lalu, total realisasi penanaman modal asing mencapai Rp392,7 triliun, turun 8,8% dibandingkan Rp430,5 triliun pada tahun sebelumnya. Hal ini mengisyaratkan adanya keengganan pengusaha global membenamkan dana di Tanah Air.
Peneliti Indef Riza Annisa mengungkapkan bahwa peran investasi asing bagi pembangunan perekonomian nasional mutlak dibutuhkan. Pada saat ini, dengan kondisi likuiditas nasional, paling tidak jumlah dana simpanan di bank-bank, semakin tergerus.
Gambaran tersebut, menurut Riza, terpantul dari LDR yang berada di kisaran 95%. Sedangkan dalam peta persaingan, Indonesia hanya mengandalkan adanya kapital yang gemuk.
“Dua komponen lain, seperti pekerja dan teknologi, kita juga terseok, karena itu masih butuh kapital,” ungkapnya di Jakarta, Kamis (11/4/2019).
Dia mengungkapkan meski berfluktuasi, total investasi asing yang direalisasi pada tahun lalu patut dicermati. Pasalnya, saat bersamaan, negara Asean lainnya malah menikmati aliran investasi asing yang cukup deras.
Tak hanya itu, investor Indonesia pun bergeser. Saat ini, negara-negara Asia Timur plus Singapura mendominasi, sisanya Eropa dan Amerika malah berkurang.
Persolan lanjutan dari minimnya investasi yaitu kualitas penyerapan tenaga kerja. Berbeda dengan Vietnam, tutur Riza, tiap kali investasi asing masuk maka proses industrialisasi kian besar sehingga menyerap tenaga kerja maksimal.
“Persoalan utamanya, ternyata dari banyak paket kebijakan, malah indikator kemudahan berusaha di Indonesia peringkatnya stagnan cenderung merosot, sudah kalah dari Vietnam,” tukas Riza.
Pada 2019, Bank Dunia mencatat peringkat Environment Doing Business Indicatorcs (EoDB) Indonesia bahkan kalah dari Vietnam. Skor Indonesia, hanya mencapai 67,9 dari keseluruhan indicator, sedangkan Vietnam mencapai 68,36