Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelemahan Ekonomi China, Stimulus diperkirakan Bertambah

Pertumbuhan output industri China turun ke level terendah selama 17 tahun terakhir pada dua bulan pertama tahun 2019. Realisasi ini juga diikuti dengan peningkatan angka pengangguran.
Yuan/Bloomberg
Yuan/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA -- Pertumbuhan output industri China turun ke level terendah selama 17 tahun terakhir pada dua bulan pertama tahun 2019. Realisasi ini juga diikuti dengan peningkatan angka pengangguran.

Pemerintah China diperkirakan akan merilis sejumlah stimulus tambahan untuk memicu pertumbuhan pada ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.

Beijing tengah berusaha untuk meningkatkan bantuan bagi pertumbuhan ekonomi tahun ini yang diperkirakan akan mencapai level terendah selama 29 tahun terakhir, namun efek dari kebijakan stimulus tentunya perlu waktu untuk bereaksi.

Sebagian besar analis percaya stabilitas industri belum akan stabil setidaknya sampai dengan pertengahan tahun.

Pekan lalu, Perdana Menteri China Li Keqian mengumumkan rencana pemangkasan pajak sebesar 2 triliun yuan atau senilai US$298,31 miliar serta penghematan pengeluaran infrastruktur. 

Padahal pemerintah sempat berjanji untuk tidak memanfaatkan stimulus besar-besaran seperti di masa lalu, dimana ekonomi China berhasil pulih dalam waktu singkat dan berdampak pada reflasi yang kuat di seluruh dunia

“Data terbaru setidaknya dapat meredakan sebagian kekhawatiran tentang perlambatan tajam pada awal tahun. Tetapi prospek jangka pendek masih terlihat suram,” kata Capital Economics dalam sebuah catatan, seperti dikutip melalui Reuters, Kamis (14/3).

Secara khusus, Capital Economics dan lainnya mencatat bahwa investasi infrastruktur belum membaik seperti yang diharapkan, bahkan setelah pemerintah memulai proyek jalan dan kereta api tahun lalu.

Dengan  pergantian musim, pengerjaan  konstruksi mungkin akan sedikit melambat dan berdampak pada pertumbuhan investasi infrastruktur yang lebih lemah.

Pelemahan tidak hanya terjadi di China. Amerika Serikat, sebagai negara yang tengah berada pada situasi perselisihan dagang dengan negeri bambu tersebut turut mencatatkan pelemahan pada Februari, khususnya pada lapangan kerja yang tumbuh stagnan.

Pertumbuhan lapangan kerja AS hampir terhenti pada Februari dengan hanya tercipta 20.000 pekerjaan baru, angka ini menandakan tanda-tanda perlambatan tajam pada kegiatan ekonomi di kuartal pertama.

Realisasi ini berhasil memberikan sentimen penguatan terhadap kondisi pasar tenaga kerja, dimana tingkat pengangguran turun di bawah 4%.

Indikator lain yang memberi sinyal awal tahun yang lebih lemah adalah laporan pertumbuhan gaji pada Februari yang lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Data penjualan ritel AS sedikit terlambat akibat shutdown pemerintahan yang berlangsung sampai dengan 26 Januari 2019, menunjukkan peningkatan tipis pada konsumsi masyarakat.

Penjualan ritel AS stabil pada Januari setelah sempat melemah pada bulan sebelumnya. Realisasi ini menunjukkan bahwa belanja konsumen mungkin masih dapat membantu mendukung pertumbuhan ekonomi setelah akhir yang suram pada 2018.

Departemen Perdagangan AS melaporkan pada Senin (11/3), nilai penjualan keseluruhan naik 0,2% pada Januari setelah penurunan 1,6% di bulan sebelumnya yang merupakan penurunan paling curam sejak 2009.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Inggris Philip Hammond mengatakan bahwa Inggris telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 2019.

Tim penyusun anggaran negara memperkirakan produk domestik bruto Inggris akan tumbuh sebesar 1,2% pada 2019 atau turun dari perkiraan awal sebesar 1,6% yang disampaikan Hammond pada Oktober tahun lalu.

Para ekonom telah memperkirakan prospek pertumbuhan akan diturunkan karena Inggris gagal menghapus ketidakpastian tentang Brexit dampak pada perlambatan ekonomi dunia.

Inggris juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada 2020 dan 2021 masing-masing sebesar 1,4% dan 1,6% dari prediksi awal 1,4% untuk keduanya yang dirilis pada Oktober.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Nirmala Aninda
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper