Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Akademisi UI: Minuman Berpemanis Bisa Kena Cukai

Kalangan akademisi mengusulkan kepada pemenang Pilpres 2019 untuk berani memperluas objek cukai, terutama terhadap produk-produk yang membahayakan kesehatan manusia.
Ilustrasi minuman manis/Istimewa
Ilustrasi minuman manis/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Kalangan akademisi mengusulkan kepada pemenang Pilpres 2019 untuk berani memperluas objek cukai, terutama terhadap produk-produk yang membahayakan kesehatan manusia.

Wakil Kepala Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia (UI) Abdillah Ahsan memahami bahwa pemerintah masih mengandalkan cukai hasil tembakau atau rokok sebagai sumber penerimaan negara. Namun, menurut dia, pengenaan pungutan itu semestinya lebih dimotivasi semangat untuk mengurangi konsumsi produk objek cukai.

UU No. 39/2007 tentang Perubahan atas UU No. 11/1995 tentang Cukai (UU Cukai) pun mengamanatkan barang kena cukai adalah produk yang berdampak negatif bagi masyarakat. Oleh karena itu, tambah Abdillah, pemerintahan periode 2019-2024 sebaiknya memperluas objek cukai tidak sebatas rokok dan alkohol.

“Misalnya minuman berpemanis atau bensin yang di negara lain dicukaikan,” ujarnya dalam acara diskusi di Jakarta pada Sabtu (9/3/2019).

Abdillah mengatakan minuman berpemanis perlu dikenakan cukai karena konsumsinya yang tinggi dapat menyebabkan diabetes. Faktor kesehatan pula yang menjadi alasan pengenaan cukai atas rokok yang berimplikasi penyakit jantung, paru-paru, stroke, hingga gagal ginjal.

Dengan alasan kesehatan itu, Abdillah menyarankan agar tarif cukai rokok dinaikkan. Bila tarif dipertahankan, dia tidak memungkiri bahwa penerimaan cukai rokok bisa bertambah dari Rp150 triliun seperti capaian pada 2018.

Namun, tutur Abdillah, bila itu terjadi pemerintah dikesankan telah membiarkan konsumsi rokok meningkat. Konsekuensinya, pengidap penyakit akibat rokok juga terus bertambah.

“Kita bisa dapat cukai Rp1000 triliun dengan cara rokok tak usah dikendalikan. Tapi itu tak etis, mengorbankan kesehatan demi penerimaan negara,” ujarnya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasbullah Thabrany mengakui bahwa tidak mudah menaikkan tarif cukai rokok karena berpotensi menurunkan konsumsi dan penerimaan negara. Andai kelak dinaikkan, dia sepakat bahwa pengenaan cukai atas produk lain yang berbahaya bagi kesehatan bisa menjadi kompensasi.

Namun, perluasan objek cukai hanya dimungkinkan melalui revisi UU Cukai yang dilakukan oleh pemerintah bersama DPR. Baik partai-partai yang tergabung dalam pemerintahan araupun oposisi mesti sepakat mengenai perluasan itu.

“Kalau untuk kepentingan bersama kita tidak usah berkelahi,” tutur Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper