Tentang Kerja Sama dengan ENI
Mengenai kerja sama PT Pertamina dengan ENI untuk proyek kilang di Plaju, apakah akan dibuat semacam joint venture?
Betul, tetapi [porsinya] belum ditetapkan, yang jelas Pertamina mayoritas. Kita memang membutuhkan pihak partner yang sudah proven dalam mengoperasikan dan mengimplementasikan teknologi ini. Kita menyadari bahwa kita di Indonesia belum ada [teknologinya], dan ini merupakan yang pertama kali. Sehingga kita melihat ada risiko teknologi, dan risiko teknis ini menjadi risiko utama kita. Oleh sebab itu, untuk mitigasi risiko kita harus mencari partner yang proven.
Apakah program yang dijalankan PT Pertamina ini sudah memberikan gambaran jelas terhadap dampaknya dalam mengatasi defisit perdagangan migas?
Implementasinya tetap perlu waktu. Jadi tidak bisa semuanya langsung mengubah dalam tahun ini atau tahun depan, karena kita sudah terlambat lama. Namun, yang penting bagi kita adalah lebih baik kita mulai saja. Kita juga sudah tahu roadmap ke depan seperti apa, dan harus dijalankan secara konsisten.
Dalam masa sambil menunggu proses green refinery terbangun, kita juga kerja sama juga untuk menggunakan green refinery [pihak lain] di sini sekaligus kita ingin melakukan transfer teknologi dan transfer to know how dengan mengirimkan tim kita.
Apakah investasi untuk pembangunan kilang baru untuk green fuel lebih murah dibandingkan dengan kilang minyak biasa?
Sebaiknya jangan dibandingkan seperti itu, karena kita tidak perlu membuat opsi untuk membuat kilang baru. Kelebihannya justru kenapa kita tertarik untuk membangun dengan konsep konversi ini? Karena kita tidak perlu membangun baru, dan hanya konversi saja kilang-kilang yang sudah tua. Misalnya, di Plaju ini dibangun sejak 1936.
Pewawancara: Hery Trianto