Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah menyebut pengenaan bea masuk anti-dumping bukanlah instrumen fiskal yang tujuannya untuk menambah penerimaan negara.
Kepala Sub Direktorat Komunikasi dan Publikasi DJBC Deni Surjantoro menjelaskan, pengenaan bea masuk tersebut ditujukan untuk melindungi produksi dalam negeri dari praktik kecurangan yang dilakukan oleh importir atau produsen barang.
"Bea masuk anti-dumping memang merupakan tambahan, tetapi ini konteksnya untuk melindungi pelaku usaha di dalam negeri," kata Deni kepada Bisnis yang dikutip, Kamis (28/2/2019).
Instrumen fiskal berupa pengenaan bea masuk anti dumping, lanjut Deni, dilakukan dengan berdasarkan hasil investigasi dari Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Dengan merujuk temuan atau hasil analisa dari KADI, pemerintah kemudian memutuskan untuk menentukan besaran bea masuk tambahan yang dikenakan atas suatu barang yang berasal dari produsen atau negara tertentu.
"Kebijakan ini juga merupakan bagian dari fungsi kami di Bea Cukai yakni community protection," ungkapnya.
Dalam catatan Bisnis, belum lama ini, pemerintah memperpanjang penerapan bea masuk antidumping (BMAD) terhadap impor produk canai lantaian dari besi dan baja yang berasal dari China, Korea Selatan, dan Taiwan.
Kebijakan penerapan BMAD tersebut merupakan implementasi PMK No.214/2018 yang merujuk hasil investigasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati seperti dikutip dalam pertimbangan beleid tersebut menyebutkan penyelidikan KADI membuktikan praktek dumping terhadap impor produk canai lantaian dari besi atau baja bukan paduan yang disepuh atau dilapisi dengan timah (Tinplate Coil/ Sheet) masih dilakukan oleh produsen maupun eksportir dari tiga negara tersebut.