Bisnis.com, JAKARTA - Ekspor Biodiesel ke Uni Eropa tahun ini diproyeksikan tidak sebaik tahun lalu yang menyentuh 1,5 juta kiloliter. Akibat utamanya adalah ketetapan Renewable Energy Directive II (RED II).
Wakil Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) bidang Perdagangan dan Keberlanjutan, Togar Sitanggang mengatakan kemungkinan ekspor biodiesel akan seret dibandingkan dengan tahun lalu.
"2017 kan ekspor sedikit. 2018 ada ekspor karena keputusan anti dumping kemarin dicopot. Tahuj ini tergantung, ini kan tuduhan anti subsidi sedang dalam proses, kalau itu ada lagi, akan terhambat lagi. Akan stop lagi ekspor," katanya, Selasa (26/2).
Togar mengatakan kendati ekspor turun tapi tidak akan sampai nol. Menurutnya, yang pasti akan jauh lebih sedikit bahkan bisa sama dengan jumlah ekspor 2017. Sebagai catatan, ekspor biodiesel dari 164.000 kiloliter pada 2017 meningkat 851% menjadi sekitar 1,56 juta kiloliter pada 2018.
Oleh sebab itu, dia berharap pemerintah dan pelaku usaha kompak dalam menghadapi hambatan dagang tersebut. Adapun Indonesia diberikan waktu sampai 8 Maret untuk melakukan delegated act sebagai respon atas RED II.
"Kami diberikan kesempatan sampai dengan 8 maret untuk menjawab. 8 maret itu dimanfaatkan oleh berbagai pihak dari sektor swasta mungkin akan dikoordinir oleh Gapki. Dan pemerintah sendiri dari Kemlu. Tapi dari dua jawaban ini harus ada sinergi untuk membuat nada jawaban yang sama," tegasnya.
Kendati peluang untuk perubahan keputusan RED II itu kecil, Togar mengatakan tidak ada salahnya untuk menjawab dibandingkan dengan diam saja. Setidaknya ada jawaban untuk menyanggah tuduhan yang terpapar dalam draft sepihak tersebut.
Kalau pun tidak ada perubahan dari Uni Eropa, Togar menyebutkan bahwa pelaku usaha dan Indonesia akan melangkah maju ke WTO. "Chances-nya untuk [mengalahkan] RED II kita akan lihat dulu hasilnya. Baru nanti kan kita dari situ berproses. Siapa tau sanggahan kita masuk akal, mereka bisa terima dan meringankan," katanya.
Togar mengatakan akan menempuh berbagai upaya dan kajian akademis untuk menantang tuduhan RED yang mengkategorikan kelapa sawit sebagai tanaman beresiko tinggi.