Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah dinilai perlu lebih tegas dan konsisten terkait pengendalian produksi batu bara yang jauh melenceng dari rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).
Berdasarkan RPJMN 2015-2019, produksi batu bara tahun ini seharusnya sudah ada di level 400 juta ton. Namun, target produksi yang ditetapkan Kementerian ESDM berdasarkan persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) mencapai 490 juta ton.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Bisman Bakhtiar mengatakan pengendalian produksi tersebut merupakan tugas pemerintah pusat. Oleh karena itu, produksi dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) di daerah, yang sering tidak terkontrol, harus tetap dimonitoring oleh pemerintah pusat.
Dia pun menilai regulasi yang ada saat ini sudah cukup memberi wewenang pada pemerintah pusat untuk mengendalikan produksi. Dengan demikian, tambahnya, tidak alasan bagi pemerintah untuk kesulitan dalam menekan tingkat produksi batu bara.
"Peraturan yang ada sekarang sebenarnya cukup memberi wewenang bagi pusat untuk mengendalikan produksi. Hanya tinggal soal ketegasan dan konsistensi pemerintah untuk benar-benar menerapkan pengendalian produksi," katanya kepada Bisnis, Senin (25/2/2019).
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan potensi tingginya produksi tersebut selalu membayangi setiap tahun. Meskipun pemerintah telah menetapkan target, realisasinya memang kerap lebih tinggi.
Pemerintah pun telah memberikan ruang bagi para produsen batu bara untuk meningkatkan produksinya hingga 10% dari jumlah yang telah disetujui dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) dengan syarat telah memenuhi persentase minimal kewajiban pasokan untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO).
"Dengan memeprtimbangkan beberapa faktor produksi mungkin-mungkin saha ke sekitar 500 juta ton lagi tahun ini," ujarnya kepada Bisnis.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, produksi batu bara sepanjang tahun lalu mencapai 548,58 juta ton. Jumlah tersebut lebih tinggi 20 juta ton dari catatatn awal Januari 2019 sebanyak 528 juta ton.
Adapun selisih tersebut disebabkan laporan produksi dari IUP di daerah belum masuk semua pada awal Januari. Seperti diketahui, kewenangan perizinan IUP saat ini ada di bawah gubernur.
Sementara itu, tidak ada perubahan pada catatan DMO atau tetap 115 juta ton. Dengan demikian, persentase DMO pada tahun lalu turun dari catatan awal sebesar 21,9% menjadi 20,96%.
Untuk tahun ini, Kementerian ESDM menyatakan DMO batu bara mencapai 128 juta ton. Artinya ekspor batu bara bisa mendekati angka 400 juta ton pada tahun ini.