Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Antam Bidik Kuota Ekspor Nikel Hingga 5 Juta Ton

PT Antam Tbk. berharap bisa mendapatkan kuota ekspor bijih nikel kadar rendah hingga 5 juta ton per tahun seiring dengan diajukannya permohonan baru berdasarkan pembangunan smelter di Tanjung Buli, Maluku Utara.
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa milik PT Aneka Tambang (ANTAM) Tbk, di Kolaka, Sulawesi Tenggara, Selasa (8/5/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA - PT Antam Tbk. berharap bisa mendapatkan kuota ekspor bijih nikel kadar rendah hingga 5 juta ton per tahun seiring dengan diajukannya permohonan baru berdasarkan pembangunan smelter di Tanjung Buli, Maluku Utara.

Direktur Utama Antam Arie Prabowo Ariotedjo mengatakan surat persetujuan ekspor (SPE) berkelanjutan yang dikantongi Antam memiliki total kuota 3,9 juta ton per ton. SPE tersebut merupakan gabungan dari rekomendasi yang diberikan berdasarkan pembangunan smelter Antam di Pomalaa dan Halmahera Timur dengan kuota masing-masing 2,7 juta ton dan 1,2 juta ton.

"Kami pengin mengajukan SPE baru untuk proyek kita di Tanjung Buli, tapi itu masih dalam proses pengajuan. Kalau keluar, total bisa 5 juta ton," ujarnya, Rabu (20/2/2019).

Kementerian ESDM pun akan memberikan kuota ekspor untuk bijih nikel kadar rendah berdasarkan kapasitas masukan (input) bijih pada smelter yang telah atau sedang dibangun.

Arie menargetkan produksi nikel Antam pada tahun ini bisa mencapai 30.000 ton nikel dan feronikel (TNi) atau naik 20,64% dari realisasi tahun lalu sebanyak 24.868 TNi. Adapun tambahan produksi tersebut akan berasal dari smelter di Halmahera Timur dengan kapasitas 13.500 TNi yang akan mulai beroperasi pertengahan tahun ini.

Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan Realisasi ekspor bijih nikel selalu lebih rendah di bawah kuota yang diberikan.Sepanjang periode 2017-2018, dari kuota ekspor sebanyak 48 juta ton untuk nikel, realisasi baru mencapai 22 juta ton atau 48,83%.

"Kuota yang diberikan disesuaikan dengan kapasitas smelter yang mereka bangun. Terserah mereka mau manfaatkan semua atau tidak," tuturnya.

Seperti diketahui, dalam Permen ESDM No. 25/2018, nikel dengan kadar kurang dari 1,7% dan bauksit yang telah dilakukan pencucian (washed bauxite) dengan kadar Al2O3 lebih dari atau sama dengan 42% digolongkan dalam mineral logam dengan kriteria khusus yang masih bisa diekspor.

Pemegang IUP Operasi Produksi nikel wajib memanfaatkan nikel kadar rendah tersebut minimal 30% dari total kapasitas input smelter yang dimiliki. Setelah terpenuhi, pemegang IUP bisa melakukan ekspor bijih nikel kadar rendah tersebut dalam jumlah tertentu selama lima tahun.

Pemegang IUP Operasi Produksi bauksit yang telah melakukan pencucian dan telah atau sedang membangun smelter bisa mengekspor komoditasnya maksimal lima tahun sejak peraturan ini terbit. Baik nikel maupun bauksit, akan dikenakan bea keluar sebesar 10% apabila diekspor.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper