Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kurangi Ketergantungan Energi Fosil, Pemerintah Kembangkan Green Fuel

Kemenko Perekonomian menyatakan bahwa guna mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, saat ini selain sedang mengimplementasikan penggunaan biodiesel 20% (B20) pemerintah juga sedang melakukan pengembangan green fuel
ILUSTRASI/Istimewa
ILUSTRASI/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA -- Kemenko Perekonomian menyatakan bahwa guna mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil, saat ini selain sedang mengimplementasikan penggunaan biodiesel 20% (B20) atau bahan bakar yang berasal dari campuran solar dan fatty acid methyl ester (FAME) sebanyak 20%, pemerintah juga sedang melakukan pengembangan green fuel. 

Andi Novianto, Asisten Deputi Produktivitas Energi, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan bahwa seiring implementasi program mandatory B20, Kementerian ESDM saat ini juga sedang melakukan uji coba untuk B30 dan pengembangan green fuel atau setara B100.

"Kementerian ESDM dan PT Pertamina sedang melakukan pengembangan green fuel di kilang-kilang Pertamina yang berada di sentra produksi sawit seperti di Riau dan Sumsel," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (19/2/2019).

Pihaknya menjelaskan bahwa untuk pengembangan green fuel tersebut tidak akan melalui pencampuran FAME dan solar seperti pada B20, akan tetapi dengan teknik injeksi Refined, Bleached, and Deodorized Palm Oil (RBDPO) ya g hasilnya diharapkan akan setara dengan gasoil/solar yang berasal dari Crude Palm Oil (CPO).

"Hasilnya ini yang akan setara dengan B100 karena tidak perlu pencampuran lagi," ujarnya.

Andi menerangkan bahwa terkait pengembangan green fuel tersebut saat ini masih uni coba di kilang Pertamina. Namun demikian pihaknya mengaku belum bisa menjawab bakal membutuhkan waktu berapa lama dan investasi seberapa besar untuk benar benar mewujudkan program green fuel tersebut  dapat terimplementasikan.

"Saat ini juga sedang dipertimbangkan apakah akan membangun kilang baru untuk green fuel atau kah mengubah kilang yang ada menjadi biorefinery. Selain itu juga meningkatkan ke skala komersialnya," ujarnya.

Menurutnya salah satu tantangannya adalah membutuhkan investasi yang besar, karena kalau untuk membangun kilang baru atau pun mengubah kilang yang ada saat ini menjadi biorefinery, juga membutuhkan dana yang tidak sedikit dan tidak bisa sebentar.

"Alternatifnya juga bisa menggunakan kilang eksisting dengan co-processing yang biayanya lebih rendah, EPC lebih cepat dan memungkinkan feed 100%," ujarnya. 

Adapun, terkait rencana pengembangan green fuel tersebut, sejalan dengan rencana yang akan dilakukan oleh calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo, yang disampaikannya pada debat kedua, Pilpres 2019, Minggu (17/2).

Calon petahana tersebut mengatakan akan mengurangi penggunaan energi fosil dan mengoptimalkan penggunaan biodiesel 20 persen (B20) serta ke depan mengarah kepada B100. 

Sementara itu, berdasarkan keterangan resmi yang pada laman ebtke.esdm.go.id, yang dikutip Bisnis, Selasa (19/2), diketahui bahwa Pertamina (Persero) telah berhasil melaksanakan pengujian co-processing di kilang Residue Fluidized Cracking Catalityc Unit (RFCCU) Refinery Unit (RU) III Plaju dengan injeksi RBDPO hingga 7,5% on feed.

Adapun, produk utama yang dihasilkan dari uji coba tersebut adalah green-gasoline, green-LPG dan green-propylene dalam persentase yang lebih kecil. 

"Sebuah capaian yang sangat membanggakan di mana Indonesia merupakan negara pertama di dunia yang berhasil melakukan co-processing green-gasoline untuk skala komersial" ungkap pakar katalis ITB, Prof. Subagjo di RFCCU RU III Plaju, Jumat (21/12). 

Andriah Feby Misna, Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (DItjen EBTKE) Kementerian ESDM mengatakan bahwa pembuktian teknologi co-processing di kilang Pertamina itu akan mengantarkan Indonesia pada era baru industri bahan bakar nabati (BBN) yang diharapkan ke depan mampu memproduksi secara komersial. 

Green-fuel dapat menjadi pilihan yang baik untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar cair dalam negeri untuk mensubstitusi minyak mentah atau BBM dari produksi dalam negeri, disamping BBM jenis Biodiesel yang sudah berjalan secara komersial hingga pencampuran 20% (B20) saat ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper