Bisnis.com, JAKARTA -- Tingginya harga tiket pesawat dan kebijakan bagasi berbayar berdampak pada turunnya pendapatan hotel pada awal 2019.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan penurunan pendapatan hotel akibat tingginya harga tiket pesawat mencapai 20%-40%. Dampak itu terasa efektif sejak pekan ketiga Januari 2019.
“Itu pengaruh total [okupansi] room, food and beverages juga drop. Ini bulan low season, sudah low season, ketimpa itu [dampak tiket mahal],” ujarnya di sela-sela konferensi pers "Klarifikasi Polemik Larangan Rapat di Hotel" di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
PHRI berharap persoalan tingginya harga tiket pesawat segera teratasi. Hariyadi spesifik meminta BUMN terkait dan pihak maskapai mencari jalan keluar untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Low season kok aneh, di low season harusnya harga [penerbangan] lebih murah,” tambahnya.
Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya juga sempat menyebut dampak kenaikan tiket pesawat dengan tingkat okupansi hotel. Pernyataan itu disampaikannya saat menghadiri Rapat Kerja Nasional PHRI, Senin (11/2).
"Riau, Batam, dan hampir seluruh Indonesia terkena dampaknya. Paling kena wisatawan Nusantara (wisnus), kalau wisatawan mancanegara (wisman) tak terdampak langsung. Okupansi yang tadinya 60% jadi hanya 30%-40%. Dampaknya langsung memang dan kemungkinan akan kembali normal [okupansinya]," tuturnya.
Saat ini, untuk mengurangi dampak harga tiket pesawat, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) telah melakukan dialog secara formal dan informal untuk membahasnya. Kenaikan tiket pesawat disebut Arief tak hanya merugikan sektor pariwisata, tetapi juga maskapai dan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
"Kalau mau melakukan kenaikan tarif, jangan dilakukan secara besar dan mendadak karena impact-nya relatif tak bagus, apalagi kenaikan," imbuhnya.