Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia siap menggiring India ke World Trade Organization (WTO) apabila Negeri Bollywood bersikeras mengenakan bea masuk terhadap produk besi dan baja dari Tanah Air.
Untuk diketahui, sejumlah perusahaan besi baja di India tengah mendesakkan pemberlakuan bea masuk terhadap impor komoditas tersebut. Mereka menuding China, Jepang, dan Korea Selatan melakukan praktik dumping besi baja ke India.
Permasalahannya, sebagaimana dikutip dari Reuters, kondisi tersebut dibarengi dengan lonjakan impor besi baja dari mitra-mitra perdagangan bebas India di Asia Tenggara.
Data Pemerintah India memaparkan, impor berbagai jenis produk besi baja melesat 8% secara tahunan pada periode April—Desember 2018. Sementara itu, impor besi baja India dari Indonesia sepanjang April—Desember 2018 melonjak 106% secara tahunan.
Kenaikan tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan impor besi baja India dari Korsel dan Jepang yang masing-masing sebesar 29% dan 35% pada periode yang sama.
Akibatnya, pengusaha besi baja India mengeluhkan adanya indikasi penurunan harga besi dan baja di dalam negeri mereka sebesar lebih dari 10% sepanjang periode Oktober—Desember 2018.
Dengan demikian, mereka mendesak agar Pemerintah India memberlakukan tambahan bea masuk dan mengkaji ulang kerja sama perdagangan bebas yang melibatkan negara-negara Asean yang tergabung dalam pakta Asean-India Free Trade Area (AIFTA).
Menanggapi kabar tersebut, Direktur Pengamanan Perdagangan Kementerian Perdagangan Pradnyawati mengaku, hingga saat ini Pemerintah Indonesia belum mendapatkan notifikasi kenaikan tarif impor besi baja dari Pemerintah India.
“Namun, jika nantinya regulasi tersebut tidak sesuai dengan aturan perdagangan internasional dan merugikan bagi Indonesia, Pemerintah Indonesia tidak akan segan–segan mengajukan keberatan baik secara bilateral maupun multilateral di forum dispute settlement body [DSB] WTO,” ungkapnya kepada Bisnis.com, Minggu (10/2/2019).
Dia menyebutkan, Indonesia selama ini telah menikmati cukup banyak manfaat dari AIFTA, salah satunya terhadap produk besi baja. Untuk itu, dia berharap Pemerintah India tidak mengenakan bea masuk terhadap besi baja asal Indonesia.
Pradnyawati memperkirakan, tuntutan pemberlakuan tarif impor besi baja di India tersebut disebabkan oleh depresiasi rupee sebesar 12% sepanjang Januari—September 2018.
Selain itu, lanjutnya, desakan tersebut juga merupakan implikasi dari kebijakan Amerika Serikat (AS) yang membatasi impor besi baja dari India sehingga mengakibatkan ekspor baja negara tersebut turun 13% secara tahunan pada 2018.
Menurutnya, India sebenarnya tengah menggenjot penggunaan baja lokal pada sejumlah industri domestik.
Namun, beberapa produsen otomotif dilaporkan keberatan atas kebijakan tersebut mengingat kualitas produk lokal mereka belum sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan oleh industri otomotif setempat.
Besi dan baja asal Indonesia, dalam hal ini, termasuk dalam produk yang dibutuhkan oleh pelaku sektor otomotif di negara beribu kota New Delhi itu.
PERLU WASPADA
Di sisi lain, pelaku industri besi baja di Tanah Air memperingatkan agar Pemerintah Indonesia perlu mewaspadai potensi India mengenakan bea masuk terhadap komoditas tersebut dalam waktu dekat.
Wakil Ketua Umum The Indonesian Iron & Steel Association (IISIA) Ismail Mandry berpendapat, apabila produk besi baja RI dikenai bea masuk oleh India, kinerja sektor industri tersebut akan terganggu secara keseluruhan.
Pasalnya, India merupakan pangsa pasar besi baja yang menjanjikan bagi Indonesia. “Tentu kebijakan India itu akan mengganggu kinerja industri besi dan baja kami. Padahal, kami sedang berupaya menekan defisit neraca perdagangan di industri besi dan baja.”
Sekadar catatan, Kemendag menargetkan defisit neraca perdagangan besi baja pada tahun ini dapat ditekan menjadi US$4,4 miliar dari realisasi defisit pada tahun lalu senilai US$4,5 miliar. (Bisnis 31/1)
Ismail menambahkan, selama ini Indonesia mendapatkan kemudahan ekspor produk besi baja ke India berupa pembebasan bea masuk via kerja sama AIFTA.
Untuk itu, dia mengkhawatirkan apabila India resmi memberlakukan bea masuk terhadap produk besi baja RI, produk-produk besi baja China yang selama ini membanjiri pasar India akan bergeser menyerbu pasar Indonesia.
“Ketika ada kebijakan restriksi dari sebuah negara—dalam hal ini India— maka negara yang selama ini memasok besi dan baja ke negara tersebut akan mencari negara konsumen baru. Terlebih, besi dan baja China selama ini harganya terbilang murah karena industrinya disubsidi oleh pemerintah setempat,” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif IISIA Yerry Indroes memaklumi rencana kebijakan India tersebut.
Pasalnya, pelaku sektor tersebut sedang mengalami pukulan yang besar lantaran industri mereka digempur oleh produk besi dan baja impor.
Di sisi lain, ekspor besi dan baja dari negara tersebut juga mengalami hambatan di AS, setelah dikenai bea masuk tambahan. Padahal, AS merupakan pasar ekspor utama India.
“Kami sadar, pengenaan tambahan bea masuk impor besi dan baja oleh India adalah hak prerogatif mereka. Namun, tentu saja kebijakan itu harus didasari oleh data dan fakta empiris terkait dengan permasalahan yang melanda mereka. Apabila tidak, maka kita harus melawannya,” ujarnya.
Apabila kebijakan tersebut resmi dilakukan oleh India, dia khawatir efek positif tambahan dari dihentikannya pengenaan bea masuk impor besi dan baja Indonesia ke Malaysia menjadi tidak terasa.
Untuk diketahui, Malaysia belum lama ini telah resmi menganulir pengenaan bea masuk antidumping (BMAD) sebesar 11,2%—25,4% terhadap besi baja dari Indonesia mulai 9 Februari 2019. Langkah perlindungan industri dalam negeri Malaysia tersebut tercatat telah diberlakukan sejak 2015.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor besi dan baja Indonesia ke India berhasil tumbuh 72,29% secara year on year (yoy) menjadi US$470,53 juta pada 2018.
Besi dan baja merupakan komoditas nonmigas Indonesia dengan lonjakan ekspor terbesar kedua menuju India pada tahun lalu, setelah produk bahan kimia anorganik yang tumbuh 461,41% secara yoy menjadi US$272,30 juta.
Di sisi lain, besi dan baja merupakan komoditas Indonesia dengan nilai ekspor terbesar ketiga menuju India. Di atas besi dan baja terdapat produk bahan bakar mineral (dalam hal ini batu bara) serta lemak dan minyak hewani atau nabati (dalam hal ini minyak sawit mentah/crude palm oil), yang memiliki nilai ekspor terbesar ke India.